KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, mengacu pada Environmental Impact Assessment (EIA) sesuai standar World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Terkait dengan rencana tersebut, saat ini masih pada tahap konsultasi publik atas dokumen EIA sesuai standar WH dan IUCN,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kemenhut Krisdianto, Selasa (5/8/2025).
“Pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA ini disetujui oleh WHC dan IUCN, sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV), situs warisan dunia,” imbuhnya seperti dikutip Antara.
Dokumen EIA merupakan respon terhadap mandat dari hasil Reactive Monitoring Mission TN Komodo 2022, serta keputusan resmi Sidang WHC ke-46 (Riyadh, 2023) dan WHC ke-47 (Paris, 2025).
Pembangunan hanya dapat dilakukan jika seluruh rekomendasi EIA dipenuhi dan tidak ada risiko terhadap integritas situs warisan dunia.
Adapun hal ini menyusul rencana pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT. KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo.
Krisdianto mengatakan, pengusahaan wisata alam merupakan amanah UU 5 tahun 1990 jo UU 32 tahun 2024 yang dapat dilakukan di Zona Pemanfaatan.
Baca juga: Melihat Desa Wisata Samtama, Warga Kelola Sampah hingga Tanam Pohon di Gang Sempit
PT. KWE, kata dia, merupakan pemegang izin usaha sarana pariwisata alam sejak tahun 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014, yang memiliki lokasi izin usaha sarana berada di zona pemanfaatan Pulau Padar.
“Sampai dengan saat ini belum ada aktivitas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam,” ujarnya.
Mengacu pada rencana yang ada, luas pembangunan sangat terbatas hanya ±15,375 ha atau 5,64 persen dari 274,13 ha total perijinan berusaha di Pulau Padar, bukan 426 ha. Pembangunan dilakukan bertahap dalam lima tahap dan dibagi dalam tujuh blok lokasi.
Kemudian terkait kajian dampak, telah dilakukan secara ilmiah dan partisipatif. Dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin, dan telah dikonsultasikan secara terbuka bersama para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi dalam forum konsultasi publik di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025 yang lalu.
“Pemerintah akan memastikan bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya, menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian,” kata Krisdianto.
Ia juga memastikan Kemenhut menghargai perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian satwa Komodo dan Pulau Padar.
Baca juga: Manfaat Ganda Wisata Selam, Bantu Lindungi Laut dan Tingkatkan Perekonomian Lokal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya