Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Hasil Perundingan Global untuk Akhiri Polusi Plastik

Kompas.com - 09/08/2025, 21:17 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber DW

JAKARTA, KOMPAS.com - Perundingan Perjanjian Plastik Global (INC-5.2) digelar di Jenewa, Swiss, pada 5-14 Agustus 2025 sebagai komitmen 170 negara anggota untuk mengakhiri polusi plastik.

Tujuan pertemuan kali ini melanjutkan konferensi yang dipimpin Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) tahun lalu di Busan karena berujung gagal mencapai kesepakatan. 

Mengutip DW, Sabtu (9/8/2025), sekitar 100 negara mendukung perjanjian ambisius yang meliputi pengurangan produksi plastik. Ini termasuk negara-negara Afrika, Amerika Latin, Jerman, serta Uni Eropa.

Namun, koalisi negara produsen plastik dan minyak seperti Rusia, Iran, dan Arab Saudi, justru menghalangi regulasi produksi yang lebih ketat.

Baca juga: Perundingan Plastik Global Kritis, Negara Minyak Ganggu Konsensus

"Mereka ingin melanjutkan produksi seperti biasa dan mencegah kesepakatan yang membatasi permintaan, misalnya larangan produk plastik sekali pakai," ujar perwakilan WWF, Florian Titze.

Dia menyebut, industri plastik maupun negara yang mendapat untung terbesar melihat krisis plastik sebagai masalah pengelolaan sampah yang buruk. Karenanya, mereka ingin Perjanjian Plastik Global berfokus pada pengumpulan, edukasi konsumen, hingga meningkatkan daur ulang.

Direktur Asosiasi Industri Plastik Eropa, Virginia Janssens, menentang pembatasan produksi plastik primer secara global.

Ia menegaskan industri plastik serius menghadapi masalah pencemaran. Akan tetapi, pihaknya membutuhkan kerja sama lintas sektor termasuk dengan pemerintah.

Tak Cukup pada Daur Ulang

Menanggapi hal tersebut, ahli biologi laut dari Alfred Wegener Institut, Melanie Bergmann, menilai daur ulang ataupun pengelolaan sampah bukanlah jalan keluar untuk menekan jumlahnya.

"Jika jumlah plastik terus bertambah setiap tahun, kita perlu sistem daur ulang dan pengelolaan sampah yang lebih besar. Sistem di negara kaya saja sudah kewalahan,” jelas Bergmann.

Di Jerman, misalnya, yang mana pemerintah mengalokasikan 16 miliar euro per tahun atau sekitar 0,4 persen produk domestik bruto (PDB).

Baca juga: Plastik Bikin Boncos, Kerugiannya Tembus 1,5 Triliun Dollar AS

"Perjanjian ini adalah kesempatan bersejarah untuk mengendalikan masalah plastik," kata Bergmann.

Dalam negosiasi, Uni Eropa kemungkinan mengaitkan dukungan finansial ke negara berkembang dengan komitmen pengurangan produksi plastik.

Aleksandar Rankovic, pendiri Common Initiative, memperingatkan tanggung jawab tidak hanya dibebankan pada negara produsen minyak dan plastik. 

Dia mencatat, Jerman termasuk produsen plastik terbesar di Eropa dengan produksi sekitar 8 juta ton per tahun. Secara global, sepertiga plastik berasal dari Cina, hampir 20 persen dari Asia lainnya dan Amerika Utara.

Rankovic meragukan perjanjian terobosan akan lahir dalam perundingan INC-5.2. Keputusan harus diambil dengan konsensus, tetapi proporsi negara sangat berbeda. Selain delegasi negara, ratusan perwakilan industri plastik dan kimia hadir di Jenewa. 

"Ada upaya lobi untuk melemahkan ilmu pengetahuan di bidang plastik dan intimidasi terhadap ilmuwan yang meneliti dampak berbahaya bahan kimia plastik," sebut Ahli Ekotoksikologi Universitas Goteborg, Bethanie Carney Almroth.

Almroth menyatakan, intimidasi dan upaya pelemahan reputasi oleh industri plastik dilakukan dengan berbagai cara termasuk pada pertemuan global. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menanti Hasil Perundingan Global untuk Akhiri Polusi Plastik
Menanti Hasil Perundingan Global untuk Akhiri Polusi Plastik
LSM/Figur
Akademisi UGM: Perubahan Iklim dan Manusia Jadi Pemicu Keringnya Sungai Eufrat
Akademisi UGM: Perubahan Iklim dan Manusia Jadi Pemicu Keringnya Sungai Eufrat
Pemerintah
100 GW PLTS oleh Kopdes Bisa menjadi Pembangkit EBT Terbesar di Asia Tenggara
100 GW PLTS oleh Kopdes Bisa menjadi Pembangkit EBT Terbesar di Asia Tenggara
LSM/Figur
China Terbitkan Katalog Baru Proyek Keuangan Hijau
China Terbitkan Katalog Baru Proyek Keuangan Hijau
Pemerintah
Perusahaan Sawit Disegel karena Picu Karhutla 1.514 Ha di Kalsel
Perusahaan Sawit Disegel karena Picu Karhutla 1.514 Ha di Kalsel
Pemerintah
Sungai di Jakarta Tercemar Berat, 95 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Terkelola
Sungai di Jakarta Tercemar Berat, 95 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Terkelola
Pemerintah
Dampak Perubahan Iklim Meluas, DPR Dorong Pengesahan RUU EBT
Dampak Perubahan Iklim Meluas, DPR Dorong Pengesahan RUU EBT
Pemerintah
Kemenhut Sebut 333.687 Hektare Lahan Ditetapkan Jadi Hutan Adat
Kemenhut Sebut 333.687 Hektare Lahan Ditetapkan Jadi Hutan Adat
Pemerintah
169 Reptil Dilindungi Hendak Dijual, Ada Sanca hingga Biawak
169 Reptil Dilindungi Hendak Dijual, Ada Sanca hingga Biawak
Pemerintah
Dukung Akses Kesehatan Nasional, Mitra Keluarga Cibubur Hadirkan Pelayanan Medis Ramah Keluarga dengan Wajah Baru
Dukung Akses Kesehatan Nasional, Mitra Keluarga Cibubur Hadirkan Pelayanan Medis Ramah Keluarga dengan Wajah Baru
Swasta
Ampuh Usir Gajah, Sereh Kini Digagas untuk Ekonomi Warga
Ampuh Usir Gajah, Sereh Kini Digagas untuk Ekonomi Warga
LSM/Figur
Penurunan Terumbu Karang di Great Barrier Reef Terburuk dalam 40 Tahun Terakhir
Penurunan Terumbu Karang di Great Barrier Reef Terburuk dalam 40 Tahun Terakhir
Pemerintah
Badan Cuaca PBB Sebut Suhu Ekstrem Pecahkan Rekor di Seluruh Dunia
Badan Cuaca PBB Sebut Suhu Ekstrem Pecahkan Rekor di Seluruh Dunia
Pemerintah
Bakti BCA Kembangkan Rumah Pangan Hidup, Wujudkan Desa Wisata Berkelanjutan
Bakti BCA Kembangkan Rumah Pangan Hidup, Wujudkan Desa Wisata Berkelanjutan
Swasta
Bagaimana Krisis Iklim Bikin Gajah dan Manusia Bertengkar? Ahli Jelaskan
Bagaimana Krisis Iklim Bikin Gajah dan Manusia Bertengkar? Ahli Jelaskan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau