JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI mendorong percepatan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan melalui rancangan undang-undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) seiring dengan meluasnya dampak perubahan iklim.
Anggota DPR RI dari Komisi XII, Fraksi PAN, Eddy Soeparno menyatakan saat ini Indonesia sudah menghadapi dampak perubahan iklim.
"Oleh karena itu, kami menginisiasi payung hukum yang memberikan kepastian bahwa kita melakukan transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Baca juga: Sektor Swasta Nilai Permen ESDM No.5/2025 Dukung Percepatan Investasi Energi Baru Terbarukan
Transisi tersebut penting untuk mengurangi dampak buruk dari energi kotor terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Eddy mengakui adanya kendala dalam transisi ke energi terbarukan ini, termasuk aspek keekonomian dan infrastruktur.
Kendala tersebut di antaranya, biaya pengembangan energi terbarukan yang lebih tinggi dan keterbatasan infrastruktur seperti jaringan transmisi.
Namun, kata dia, transisi energi tidak bisa ditunda karena dampaknya akan sangat luas. Mulai dari kesehatan, kualitas pertanian, investasi, hingga perdagangan internasional.
Ia berharap pembahasan RUU EBET dapat segera diselesaikan. Jika tidak pembahasan RUU EBET molor, Indonesia bisa tidak kompetitif dalam perdagangan internasional. Indonesia juga akan semakin tertinggal di bidang pengelolaan dan penanganan permasalahan krisis iklim.
"Saya berharap dalam satu dua masa sidang ke depan ini harus selesai. Kalau enggak, Indonesia akan rugi," ucapnya.
Di sisi lain, upaya penanganan krisis iklim juga akan dilakukan melalui RUU Pengelolaan Perubahan Iklim (PPI).
"Mudah-mudahan kami juga bisa mendorong (rancangan) undang-undang PPI ini agar bisa mengikuti (rancangan) undang-undang EBET, agar secara holistik kita bisa melakukan transisi energi ini, kita bisa memperbaiki kualitas udara kita, lingkungan hidup kita juga semakin akan semakin baik ke depan," tutur Wakil Ketua MPR RI ini.
Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI, Jalal Abdul Nasir mengimbau seluruh pihak untuk bekerja sama mengatasi krisis iklim.
Kolaborasi lintas sektor, kata dia, bukan hanya untuk memenuhi target iklim, melainkan juga memastikan manfaat nyata bagi masyarakat. Misalnya, membuka lapangan kerja hijau dan memperkuat ketahanan ekonomi bangsa di masa depan.
Baca juga: Uni Eropa-Indonesia Bentuk UE Desk untuk Dorong Investasi di Sektor EBT
"Menghadapi tantangan krisis iklim yang kian nyata, kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri.
Pemerintah, DPR, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan masyarakat harus bergerak dalam satu visi untuk menjaga lingkungan, mempercepat transisi energi bersih, dan melindungi sumber daya alam yang menjadi penopang hidup kita," ujar Jalal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya