Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Usulkan Pendanaan Iklim Rp 1,4 T ke GCF untuk Pangkas Emisi

Kompas.com, 13 Agustus 2025, 10:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan mengusulkan pendanaan iklim sekitar 80-90 juta dollar AS atau Rp 1,24 - Rp 1,4 triliun dalam proposal yang dikirim ke Green Climate Fund (GCF).

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengatakan usulan itu tercantum dalam program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation plus atau REDD+. Tujuan utamanya, memangkas emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan.

"Ini sebuah inisiatif pendanaan yang sangat membantu Kementerian Kehutanan untuk berbagai macam aspek, misalkan deforestasi, kebakaran hutan, perbaikan tata kelola kehutanan, dan perhutanan sosial," ungkap Raja Juli saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

Baca juga: RI Dapat Rp 1,7 T untuk Pendanaan Iklim, Saatnya Bikin Aksi Berdampak

Selain itu, untuk rehabilitasi lahan yang terdegradasi. Pihaknya melaporkan, GCF sebelumnya mengucurkan pendanaan 103,78 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,69 triliun untuk menurunkan 20,25 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) selama 2014-2016.

Di sisi lain, Raja Juli menyampaikan bahwa Kemenhut bakal membuka peluang investasi swasta dalam perdagangan karbon atau voluntary carbon market. Hal ini sejalan dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

"Kepentingan kami sebenarnya, kita punya sekitar 6,5 juta di sektor kehutanan yang didefinisikan sebagai lahan kritis. Dengan kami membuka voluntary carbon market, kami berharap akan ada investasi untuk menanam di daerah-daerah yang tandus," papar Raja Juli.

"Tentu swasta mendapatkan insentif dari usaha mereka, tetapi saya kira juga akan baik untuk pendapatan negara melalui pajak lain sebaliknya," imbuh dia.

Kendati demikian, dia belum memerinci terkait skema maupun potensi perdagangan karbon ini.

Baca juga: Riau Berambisi Dapat Rp 4 Triliun dari Perdagangan Karbon

Pendanaan Lebih Sedikit

Staf Ahli Menhut Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, mengakui untuk tahap kedua pendanaan GCF tak sebesar sebelumnya.

"Tetapi ini tetap menjadi peluang bagi Indonesia untuk bisa menyiapkan konsep dan proposal yang baik. Untuk periodenya nanti kami akan diskusikan secara teknis," jelas Haruni.

Dia menyatakan, target penurunan emisi terbaru tengah disusun. Di samping itu, pemerintah tak menutup kemungkinan pendanaan iklim lain, salah satunya dari Norwegia.

"GCF yang fase baru ini requirement-nya juga baru, agak ketat. Jadi ini kami akan melihat secara lebih dalam," tutur dia.

Baca juga: Zagy Berian, Sociopreneur Indonesia Jadi Penasihat Muda PBB untuk Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau