KOMPAS.com - Indonesia menghadapi tantangan besar mewujudkan transisi energi terbarukan yang tidak hanya berkaitan dengan target Net-Zero Emissions, tetapi juga kebutuhan membangun ekosistem energi berkelanjutan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Pencapaian ketahanan energi nasional dan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam isu iklim global memerlukan orkestrasi yang tepat dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, industri, hingga masyarakat sipil.
Urgensi kolaborasi ini semakin diperkuat pandangan Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Perubahan Iklim, yang menekankan perlunya ekosistem solid guna memastikan akses energi bersih dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
Mengingat kompleksitas transisi energi yang mencakup aspek teknologi, kebijakan, dan implementasi di lapangan, diperlukan forum komunikasi dan koordinasi yang mampu menjembatani kepentingan dan keahlian dari berbagai sektor.
Kehadiran METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) sebagai wadah strategis bagi para pelaku energi terbarukan menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut, memfasilitasi dialog konstruktif dan aksi kolaboratif untuk mempercepat transformasi energi Indonesia.
Dalam visi dan misinya, METI berupaya meningkatkan keamanan energi, memperluas akses energi, dan mengurangi emisi gas rumah kaca, demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Norman Ginting, Direktur Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE), salah satu kandidat Ketua Umum METI 2025-2028 menegaskan peran penting METI sebagai motor penggerak ekonomi hijau.
"METI bukan hanya sebagai wadah kolaborasi, tetapi harus menjadi kekuatan penggerak yang kongkret dan berdampak langsung kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung program asta cita pemerintah dalam mendorong kemandirian bangsa, khususnya melalui green economy," ungkap Norman Ginting (13/8/2025).
Norman Ginting menegaskan Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat pengembangan energi terbarukan Asia Tenggara dengan menguatkan kolaborasi lintas sektor, mendorong inovasi teknologi, dan memperjuangkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan berkelanjutan.
Dia menjelaskan, beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk transisi energi adalah mempercepat adopsi energi baru terbarukan melalui proyek proyek strategis, seperti listrik terbarukan solar PV, baterai, geothermal, biogas, biomass, PLTA, hidrogen dan angin.
Baca juga: Energi Terbarukan Saja Tak Cukup, Ahli Ingatkan Penerapan Bertanggung Jawab
Norman juga mengingatkan, pentingnya meningkatkan energi terbarukan di luar ketenagalistrikan seperti bioethanol, biodiesel, green ammonia, green hydrogen, dan memperkuat carbon trading.
"METI harus bisa mendorong kebijakan dan regulasi dengan menjadi mitra aktif pemerintah dalam menciptakan kerangka yang mendukung investasi dan percepatan implementasi ekonomi hijau," pungkas Norman Ginting.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya