JAKARTA, KOMPAS.com - International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat bahwa hiu paus (Rhincodon typus) berstatus endangered atau terancam punah. Populasi spesies itu kian terancam karena kasus terdampar hingga praktik wisata yang tidak berkelanjutan.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sarmintohadi, menyebutkan hiu paus dilindungi penuh secara nasional dan masuk appendiks cites.
Perlindungan hiu paus bukan hanya tentang konservasi spesies, melainkan juga menyangkut kesehatan ekosistem laut dan ketahanan pangan biru.
“Tata kelola konservasi hiu paus perlu diperkuat dengan strategi yang lebih sistematis. Faktor-faktor seperti keterbatasan penanganan darurat saat hiu paus terdampar, serta aktivitas wisata hiu paus yang tidak berkelanjutan dan tidak sesuai petunjuk teknis, menjadi catatan penting dalam evaluasi kali ini,” kata Sarmintohadi dalam ketedangannya, Selasa (16/9/2025).
Baca juga: Laut Asam Melemahkan Gigi Hiu, Ancaman Baru bagi Predator Puncak
Oleh karenanya, KKP bersama Konservasi Indonesia (KI), dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) menggelar Monitoring dan Evaluasi: Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus di Bogor, pada 16-18 September 2025.
Tujuannya, mengevaluasi capaian RAN 2021-2025 sekaligus mendiskusikan strategi baru untuk periode 2026–2029. Menurut Sarmintohadi, pertemuan tersebut menyoroti pentingnya tata kelola wisata hiu paus.
Sebab, aktivitaa wisata yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan hiu paus maupun keselamatan pengunjung.
“Karena itu, dalam RAN 2026–2029, standar pengelolaan wisata yang ramah satwa dan berkelanjutan, serta penanganan kejadian terdampar akan menjadi prioritas utama,” ucap dia.
Dengan menggunakan pendekatan berbasis teori perubahan atau theory of change (ToC), forum ini mendiskusikan penguatan strategi konservasi untuk mengidentifikasi isu strategis, menganalisis akar permasalahan, serta menyusun prioritas aksi yang dapat dijalankan dalam periode RAN berikutnya.
Sementara itu, Vice President Program KI, Fitri Hasibuan, menegaskan pentingnya integrasi ilmu pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dalam strategi konservasi. Konservasi hiu paus ditempatkan pada konteks ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Hampir 80 Persen Hiu Paus di Lokasi Wisata Luka Akibat Ulah Manusia
"Melalui riset, penguatan tata kelola, dan keterlibatan multipihak termasuk komunitas lokal, kami memastikan pengelolaan yang tidak hanya menjaga biodiversitas laut, tetapi juga mendukung penghidupan yang berkelanjutan,” tutur Fitri.
Riset menunjukkan, hiu paus yang mendiami perairan tropis dan subtropis, termasuk perairan Indonesia memiliki kerentanan karakteristik biologis terhadap ancaman lambatnya pertumbuhan, fekunditas rendah, serta umur kematangan yang panjang.
“Beberapa lokasi di Indonesia, seperti Teluk Cenderawasih, Kaimana, Teluk Saleh, Gorontalo, Probolinggo, dan Kepulauan Derawan telah menjadi titik penting agregasi hiu paus remaja yang mendukung migrasi dan perilaku makan," jelas Fitri.
"Posisi strategis ini menempatkan Indonesia sebagai habitat utama bagi populasi hiu paus Indo-Pasifik sekaligus memberi tanggung jawab global dalam upaya pelestarian spesies karismatik ini,” imbuh dia.
Monitoring dan evaluasi juga menekankan kelemahan yang perlu ditindaklanjuti, salah satunya mitigasi keterdamparan di berbagai wilayah yang meningkat. Tercatat rata-rata 20 spesies hiu paus terdampar selama empat tahun ke belakang.
"Dalam mitigasi keterdamparan, studi KI menunjukkan sebanyak 71 persen hiu paus yang ditemukan terdampar dan masih hidup bisa dilepasliarkan,” ujar dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya