Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri LH: Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Persetujuan Lingkungan

Kompas.com, 16 September 2025, 18:10 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa tanggul beton yang berada di kawasan perairan Cilincing, Jakarta Utara, telah mengantongi izin persetujuan lingkungan.

Dia menjelaskan, tanggul beton itu merupakan proyek pembangunan dermaga kawasan PT Kawasan Berikat Nasional (KBN). Namun, di dalam persetujuan lingkungannya, proyek ini terdaftar pada dokumen PT Karya Citra Nusantara (KCN)

"Persetujuan lingkungannya telah diterbitkan secara bertahap mulai tahun 2023 dan terakhir 2024. Kebetulan Desember, karena saya menterinya, saya tanda tangan jadi (dokumen) sudah detail sekali," kata Hanif saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).

Menurut dia, pemasangan tanggul beton bertujuan mencegah terjadinya sedimentasi karena pembangunan dermaga. Apabila tidak dipagari, maka permukaan tanah akan berantakan dan memicu pencemaran lingkungan yang serius.

Baca juga: KKP Jelaskan Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Izin, Siapa Pemiliknya?

"Semua tahapan persetujuan lingkungan, sekali lagi supaya enggak menimbulkan gaduh, telah dilalui. Telah dilakukan semua konsultasi publik, kemudian pembahasan semua aspek sudah dilakukan," ucap Hanif.

Konsultasi publik terakhir, dilakukan pada November 2025 di lokasi pembangunan. Hanif turut memastikan, berita acara hingga pihak yang hadir dinyatakan lengkap sehingga KLH bisa memberikan persetujuan kepada perusahaan. Selain itu, kajian lingkungan telah digelar beberapa kali.

"Jadi pertama dokumen itu 2017, kemudian ada perbaikan ada suatu kegiatan yang tertinggal. Kemudian dilakukan dengan dokumen evaluasi lingkungan hidup di 2023, terakhir mengomplitkannya di dokumen persetujuan lingkungan di 2024 Desember," jelas dia.

Tanggul beton pun didesain sedemikian rupa, agar tak menutup akses nelayan. Hanif menyebut, tanggul juga tidak berdekatan dengan pulau atau permukiman warga.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, membeberkan alasan pembangunan tanggul beton di perairan Cilincing. Penjelasan itu disampaikan Pung usai bertanya langsung kepada PT Karya Citra Nusantara (KCN) yang saat ini mengelola kawasan di sekitar tanggul beton.

Baca juga: Otorita Pengelola Pantura Jawa Fokus Bangun Tanggul Laut untuk Jaga Ekosistem Pesisir

"Untuk pelayanan publik kami tanyakan juga kenapa itu sampai di pagar beton? Mereka (bilang) nanti untuk breakwater, Pak. Yang breakwater tersebut untuk kolam labuh-nya. Kami (juga) sampaikan bahwa nelayan rugi," ujar Pung dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Breakwater adalah  bangunan pelindung pantai, atau dikenal sebagai pemecah gelombang, yang dibangun untuk memecah energi gelombang laut agar tidak merusak garis pantai, infrastruktur pesisir, atau daerah perairan pelabuhan.

Struktur ini bekerja dengan menyerap dan meredam energi gelombang, sehingga mengurangi dampaknya terhadap area di belakangnya. Pung menyampaikan, KKP bersama PT KCN sudah melakukan kegiatan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan. Setiap tahunnya PT KCN membayar pajak sebesar Rp 26 miliar kepada Pemerintah Provinsi Jakarta terkait pengelolaan kawasan pesisir Cilincing.

Nelayan Buka Suara

Diberitakan sebelumnya, keberadaan tanggul beton setinggi 3 meter yang ada di perairan Cilincing menjadi sorotan lantaran dikeluhkan banyak nelayan yang mengurangi hasil tangkapan ikan mereka. Salah seorang nelayan mengaku hasil tangkapan ikan menurun diduga imbas aktivitas bongkar muat batu bara curah di pagar beton yang beroperasi tiga bulan belakangan.

"Dampaknya, penghasilan berkurang. Tadinya penghasilan cukup, jadinya tidak cukup," ucap Boy (30), bukan nama sebenarnya, nelayan di Cilincing pada 22 Agustus 2025 lalu.

Akibat aktivitas bongkar muat batu bara itu, air laut di sekitar pesisir perairan Cilincing disebut tercemar limbah. Terlebih, sebagian area pagar beton juga dijadikan tempat penampungan pasir yang memicu air laut di sekitar tempat penampungan batu bara menjadi berminyak.

Baca juga: Akademisi UI: Giant Sea Wall Bakal Ubah Ekosistem Pesisir Pantura

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau