JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek mengubah sampah menjadi energi (waste to energi/WtE) kurang berdampak signifikan dalam mereduksi ratusan ribu ton sampah yang dihasilkan setiap harinya di seluruh Indonesia.
Sampah yang dihasilkan di Indonesia mencapai 143.000 ton per hari. Namun, dari total sampah tersebut, hanya 20.000 ton per hari yang bisa dikelola menjadi energi.
"Berdasarkan pengawasan yang saya lakukan selama 2-3 bulan kemarin, saya turunkan semua staf saya ke lapangan, sampai di kabupaten/kota (untuk menjawab) berapa sih yang dikelola kabupaten/kota?. Ternyata, baru kurang dari 15 persen," ujar Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Dalam kurun waktu tersebut, Hanif menduga, puluhan juta ton sampah di berbagai daerah menghilang di tempat pembuangan akhir (TPA) atau hanyut ke sungai.
"Ini dibuktikan dengan hujan cukup deras di Bali kemarin," tutur Hanif.
Menurut Hanif, proyek WtE bukanlah solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Apalagi, proyek WtE hanya bisa dilaksanakan di kota-kota besar dengan syarat produksi sampah minimal 1.000 ton per hari. Misalnya, di Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Makasar.
"Yang lain enggak bisa dengan WtE karena itu minimal sampah yang tersedia harus 1.000 ton yang bersihnya, maka sampah kotornya harus 2.000 ton, karena hampir 40 persen sampai 50 persen sampah kita adalah food waste," ucapnya.
Baca juga: Greenpeace: Anggaran KLH Naik, tapi Alokasi Pengelolaan Sampah Masih Kurang
Selain WtE, kata dia, upaya mengolah sampah dapat dilakukan dengan Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari pengelolaan sampah non organik. RDF kerap ditemukan di pabrik-pabrik semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara.
"Kita (Indonesia) memiliki 23 pabrik semen. Kapasitasnya ita bisa gunakan paling 20.000 ton per hari, sehingga dari WtE 20.000 ton per hari dan dari RDF 20.000 ton per hari. Totalnya 40.000 ton per hari. Masih menyisakan lebih dari 100.000 ton per hari," tutur Hanif.
Upaya pengelolaan sekitar 103.000 ton sampah per hari di seluruh Indonesia perlu dicarikan solusinya. Ia mempertanyakan dari mana anggaran atau siapa yang mampu menangani 103.000 ton sampah per hari.
"Maka saya ingin hilangkan kata-kata, hilangkan slogan-slogan sampah itu berkah. Sampah itu masalah yang harus kita selesaikan. Semakin banyak sampah, semakin banyak masalah.
Menurut Hanif, menciptakan ekonomi sirkular menjadi salah satu solusi untuk mereduksi sampah. Jika ekonomi sirkular tidak bisa diciptakan, maka dipastikan sampai puluhan tahun Indonesia terbelit permasalahan sampah.
Ia juga menilai, membudayakan mengurangi kebiasaan membuang makanan menjadi salah satu solusi terbaik untuk menurunkan volume sampah per hari di seluruh Indonesia.
"Saya titip hari ini, kalau makan seadanya. Kalau Bapak punya duit banyak enggak masalah, kita enggak iri. Tetapi, beli lah secukupnya, karena begitu Bapak menyisakan makanan, Bapak berkontribusi meningkatkan food waste kita, meningkatkan jumlah sampah kita yang hari ini belum terselesaikan" ujar Hanif.
Baca juga: Menteri LH: Krisis Pengelolaan Sampah Picu Banjir Parah di Bali
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya