Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Oktober 2025, 08:33 WIB
HTRMN,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

LUWU TIMUR, KOMPAS.com – Dulu di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kondisi jalan kerap menjadi persoalan. Warga sering menghadapi jalur tanah yang rawan berdebu saat kemarau dan becek kala hujan.

Tak hanya itu, jalan desa juga rusak sehingga menyulitkan aktivitas masyarakat, mulai dari mengangkut hasil kebun hingga sekadar menuju sekolah dan pasar.

Kepala Desa Tabarano Rimal Manuk Allo menuturkan, infrastruktur dasar menjadi perkara fundamental yang dihadapi di awal kepemimpinannya, termasuk jalan desa.

Namun, pemandangan itu kini berubah. Sejumlah ruas jalan Desa Tabarano sudah lebih rapi dengan dipasangnya paving block yang kokoh.

Baca juga: Mengenal Slag Nikel, Limbah yang Bisa Dijadikan Batako Bermutu Tinggi

Perbaikan jalan juga terasa di kawasan perkebunan nanas, salah satu komoditas unggulan desa sekaligus penunjang ekonomi warga.

Dulu, jalan menuju kebun hanya berupa tanah merah. Kondisinya licin saat hujan sehingga kerap dikeluhkan petani. Kini, jalur tersebut telah dilapisi kerikil sehingga memudahkan mereka beraktivitas tanpa takut tergelincir.

Uniknya, material yang digunakan untuk paving dan perkerasan jalan di desa itu bukan dari batu bata konvensional, melainkan dari terak atau limbah (slag) nikel hasil produksi PT Vale Indonesia.

“Warga bilang, jalannya enak sekali setelah dipasang paving dari slag. Kokoh dan rapi,” tutur Rimal.

Baca juga: 19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau

Truk-truk pengangkut slag hasil produksi PT Vale Indonesia. Slag, yang merupakan limbah dari peleburan nikel, diubah menjadi material bernilai yang memperbaiki infrastruktur desa.KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Truk-truk pengangkut slag hasil produksi PT Vale Indonesia. Slag, yang merupakan limbah dari peleburan nikel, diubah menjadi material bernilai yang memperbaiki infrastruktur desa.

Dari limbah smelter jadi material bangunan

Slag nikel merupakan limbah hasil peleburan (smelting). Jumlahnya sangat besar, mencapai jutaan ton per tahun. Jika tidak dikelola, slag hanya akan menumpuk di area pembuangan (slag dump) dan berpotensi mencemari lingkungan.

PT Vale memilih jalur berbeda, mengembalikan slag ke siklus manfaat. Perusahaan memanfaatkannya sebagai material perkerasan jalan tambang dan menguji pemakaiannya pada infrastruktur sipil, termasuk mengolahnya menjadi paving dan batako di area atau desa pemberdayaan.

Head of Mine Operation Sorowako PT Vale Indonesia Mohamad Iqbal Al Farobi menyebut, Vale menghasilkan sekitar 4 juta ton slag per tahun.

Menurut kajian teknis internal, lanjutnya, slag nikel Vale Indonesia tidak tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Karena itu, dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, mulai dari jalan tambang hingga produk bangunan, seperti batako untuk infrastruktur sipil.

Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel

Uji mutu dan aplikasi nyata

Hasil uji material menunjukkan, paving block dari slag nikel Vale memiliki kuat tekan lebih dari 40 megapascal (Mpa). Ini masuk kategori bata beton mutu A sesuai standar SNI 03-0691-1996. Dengan kata lain, paving block dari slag nikel Vale Indonesia layak untuk jalan umum ataupun infrastruktur desa.

Selain di Desa Tabarano, paving block berbahan slag nikel Vale juga telah dipasang sebanyak 500 unit di jalur pejalan kaki di Perkantoran Enggano pada project IGP Sorlim.

Sepanjang 2024, Vale mencatat pemanfaatan 377.964 ton slag sebagai material konstruksi dan lapisan jalan tambang. Jika digabung dengan pemanfaatan material sirkular lain seperti reject dryer, totalnya bahkan mencapai lebih dari 5 juta wet metric tonne (wmt).

Namun, Iqbal menegaskan arah pemanfaatan slag tidak diarahkan untuk bisnis baru.

Baca juga: Kata Vale Indonesia soal Dirty Nickel

“Semangatnya bukan komersialisasi, melainkan pemberdayaan. Bagaimana waste material ini bisa punya nilai tambah bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa pihaknya tak menutup kemungkinan untuk membuka peluang kemitraan dengan badan usaha milik desa jika nanti kajian teknis dan ekonomi menunjukkan kelayakan. Dengan cara itu, manfaatnya bisa lebih merata, sementara perusahaan tetap fokus pada inti usahanya di nikel.

Iqbal menambahkan, pemanfaatan slag nikel itu juga sudah sesuai regulasi. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan izin pemanfaatan limbah non-B3 bagi Vale dengan SK 1295/Menlhk/Setjen/PLA.4/12/2023.

Dengan dasar hukum itu, Vale bisa lebih luas mengembangkan inovasi slag untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Dari jalan tambang hingga jalan desa, dari timbunan limbah hingga produk bernilai guna, slag nikel membuktikan bahwa limbah industri bisa menjadi berkah bagi infrastruktur warga.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Pemerintah
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Pemerintah
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Pemerintah
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Pemerintah
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
BrandzView
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
Pemerintah
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Pemerintah
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Pemerintah
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
LSM/Figur
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Pemerintah
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Pemerintah
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau