SOROWAKO, KOMPAS.com – Di balik gemuruh aktivitas tambang nikel di Sorowako, Luwu Timur, ada denyut kerja yang tak kalah penting, tetapi lebih senyap.
Denyut itu berasal dari Unit Segregation Plant milik PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale), tempat di mana sampah yang semula dianggap tak bernilai diolah dan dipilah hingga memberi manfaat bagi masyarakat.
Foreman Ground Work Segregation Plant PT Vale Hery Sudarto menjelaskan, Unit Segregation Plant PT Vale Indonesia mengelola sampah dari tiga sumber utama. Pertama, area pabrik dan operasional perusahaan. Kedua, perumahan karyawan atau dormitori. Ketiga, komunitas masyarakat di sekitar kawasan Vale, termasuk dari Pasar Suraku.
“Setiap hari kami mengumpulkan sampah dengan berat mencapai 700-800 kilogram per unit truk. Kami punya lima unit truk sampah yang beroperasi. Dalam sehari, setiap truk mampu melakukan tiga kali pengambilan. Total sampah yang masuk ke unit segregasi mencapai 15-16 ton per hari,” ujar Hery saat ditemui Kompas.com, Senin (22/9/2025).
Baca juga: Teknologi Canggih PT Vale Jaga Kejernihan Danau Matano
Tim Kompas.com yang berkesempatan menyambangi Unit Segregation Plant PT Vale Indonesia melihat para pekerja di sana bekerja dengan cekatan. Di bawah sinar matahari yang menembus atap seng, mereka yang berseragam merah-biru memindahkan tumpukan sampah dari truk pengangkut ke meja pemilahan.
Di setiap meja kerja, para pekerja memilah berbagai jenis sampah, seperti kaleng susu, botol kaca, dan plastik, sebelum diproses lebih lanjut.
Di antara mereka, tampak empat pekerja perempuan dari PT Hati Murni, perusahaan mitra Vale, yang dengan telaten memilah plastik dan logam ringan. Mereka bekerja dengan helm, masker, dan sarung tangan, memastikan keselamatan dan kebersihan terjaga di tengah aroma khas limbah domestik.
Pemandangan itu menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Vale tidak hanya berorientasi pada lingkungan, tetapi juga membuka peluang pemberdayaan tenaga kerja lokal, termasuk perempuan.
Baca juga: PT Vale Indonesia Sabet Lestari Award 2025 untuk Program Kehati Lutim Bersinergi
“Operasional di sini berlangsung dalam satu sif, pukul 07.00–15.00 WITA, dari Senin hingga Jumat. Sebanyak 20 pekerja, laki-laki dan perempuan, terlibat dalam proses ini, termasuk satu pengawas lapangan,” tutur Hery.
Aktivitas di Unit Segregation Plant PT Vale Indonesia mengikuti jalur kerja yang terstruktur rapi. Prosesnya dimulai dari pengumpulan sampah dari masyarakat (waste community). Setelah ditimbang di pos timbang, sampah dibawa ke area waste dump sebelum masuk ke zona segregasi untuk dipilah.
Setelah sampah selesai dipilah dan ditimbang, material bernilai seperti plastik dan logam kemudian dipres menggunakan mesin pemadat. Proses ini memudahkan penyimpanan sekaligus mempersiapkan pengiriman ke empat bank sampah binaan Vale, yakni Bank Sampah Sorowako, Tabarano, Magani, dan Wasuponda.
Setiap tahun, lebih dari 4 ton sampah bernilai ekonomis disalurkan kepada komunitas tersebut. Langkah ini membantu mengurangi volume sampah yang berakhir di tempat pemrosesan akhir serta mendorong ekonomi sirkular di masyarakat sekitar.
Baca juga: Vale Indonesia Ubah Limbah Nikel Jadi Berkah lewat Inisiatif Sirkular
Tidak semua sampah berakhir di bank sampah. Material seperti ban bekas dan logam berat memiliki jalur pengelolaan tersendiri. Ban yang tidak diambil bank sampah disimpan di area khusus, sedangkan scrap metal ditempatkan di area penyimpanan terpisah.
Untuk limbah berbahaya seperti oli bekas dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) lainnya, penanganannya dilakukan secara ketat. PT Vale menggandeng pihak ketiga yang memiliki izin khusus pengelolaan limbah berbahaya.
“Oli bekas kami kumpulkan di tempat khusus. Nanti ada pihak berizin yang datang mengambil dan mengirimkannya ke tempat pemusnahan limbah B3,” ungkap Hery.
Selain pengelolaan limbah padat, perusahaan juga menangani air lindi yang dihasilkan dari tumpukan sampah. Fasilitas Leachate Treatment Plant (LTP) berfungsi mengolah air lindi menjadi air layak guna melalui proses filtrasi. Sistem ini menggunakan reaktor pengaduk yang beroperasi selama 24 jam untuk mengendapkan dan menyaring kontaminan.
Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel
“Air lindi kami kelola dengan sistem filterisasi. Setelah bersih, air itu kami salurkan ke tangki untuk digunakan kembali,” jelas Hery.
Air hasil olahan pun tidak terbuang percuma. PT Vale memanfaatkannya untuk penyiraman jalan di kawasan tambang guna mengurangi debu sesuai izin yang dimiliki, terutama saat cuaca kering. Langkah ini menjadi bagian dari penerapan prinsip sirkular ekonomi yang meminimalkan limbah dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya.
Selain pengelolaan air lindi, inovasi lain yang lahir dari unit segregation adalah pemanfaatan sampah organik melalui budi daya maggot.
Beberapa langkah dari area pemilahan, sebuah ruangan berdinding jaring bertuliskan “Budidaya Maggot (BSF)” menjadi titik perhatian lain. Di dalamnya, terdapat kotak-kotak kayu berisi sampah organik yang sedang diurai ribuan maggot.
Baca juga: 19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau
"Hadirnya Unit Segregation Plant tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memungkinkan kami melakukan budi daya maggot. Untuk sementara yang mengambil (maggot adalah) tim nursery karena bank sampah belum sanggup mengelolanya," tutur Hery.
Ia melanjutkan, perusahaan tengah berencana mengembangkan fasilitas lebih lanjut. Salah satunya, pengadaan oven untuk mengolah maggot menjadi pelet siap konsumsi. Produk pelet nantinya juga akan didonasikan kepada bank sampah komunitas sebagai nilai tambah bagi masyarakat.
Keberhasilan segregasi bergantung pada kesadaran masyarakat sejak di rumah. Karena itu, Vale meluncurkan program “Emberisasi”, yaitu kebijakan yang mewajibkan karyawan memilah sampah rumah tangga mereka menggunakan wadah terpisah.
Program itu mulai diterapkan pada akhir 2024 di sekitar 100 unit rumah karyawan. Dengan memilah dari sumbernya, pengolahan di fasilitas segregasi menjadi lebih cepat dan efisien.
Baca juga: Cerita Tabarano, Desa Kering di Wasuponda yang Disulap Jadi Agrowisata
Di perumahan Vale, setiap rumah sudah memiliki tempat sampah dengan warna berbeda, seperti hijau untuk organik, biru untuk anorganik, dan kuning untuk residu.
“Kalau di kompleks karyawan, mereka sudah rutin memilah sendiri. Jadi, ketika sampai di sini, kami tidak perlu memilah ulang,” tutur Hery.
Sementara di komunitas masyarakat, Hery menilai, kesadaran pemilahan masih terus ditingkatkan melalui edukasi yang melibatkan pemerintah desa.
Kehadiran Segregation Plant merupakan bagian dari visi besar PT Vale menuju “Zero Waste to Landfill” pada 2050. Melalui penerapan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R), perusahaan berupaya mengurangi secara signifikan volume sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir.
Baca juga: Merawat Ekosistem Pesisir Malili lewat Transplantasi Karang dan Restorasi Mangrove
Semua inisiatif tersebut terintegrasi dalam strategi pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi. Material yang masih bernilai dikembalikan ke rantai produksi melalui bank sampah, sementara yang tidak bernilai ekonomis diolah menjadi produk bermanfaat lain.
Kehadiran Segregation Plant PT Vale Indonesia juga menjadi bukti bahwa industri tambang dapat berjalan seiring dengan tanggung jawab lingkungan. Di tempat ini, limbah bukan lagi beban, melainkan sumber daya yang memberi manfaat bagi masyarakat dan bumi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya