KOMPAS.com - International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengumumkan status penyu hijau (Chelonia mydas) di Daftar Merah kini telah membaik dari 'Terancam Punah' menjadi 'Risiko Rendah' berkat upaya konservasi yang berkelanjutan.
IUCN menegaskan bahwa penyu hijau merupakan 'spesies kunci' yang esensial bagi ekosistem laut tropis, terutama di kawasan terumbu karang dan padang lamun.
Selain itu, penyu ini memiliki nilai penting yang mendalam secara spiritual, budaya, kuliner, dan rekreasi bagi manusia di berbagai belahan dunia.
IUCN melaporkan bahwa penyu hijau hidup di perairan tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia. Populasinya diperkirakan bertambah hampir 28 persen sejak dekade 1970.
Melansir Down to Earth, Sabtu (11/10/2025) upaya konservasi telah difokuskan pada perlindungan induk betina yang bersarang dan telurnya di pantai.
Baca juga: Terobosan Investigasi: Pakai AI untuk Bongkar Perdagangan Satwa Liar Global
Upaya ini memperluas inisiatif berbasis komunitas untuk mengurangi pengambilan penyu dan telurnya untuk konsumsi manusia , membatasi perdagangan, dan menggunakan Turtle Excluder Devices (TED) serta langkah-langkah lain untuk mengurangi penangkapan penyu secara tidak sengaja dalam alat tangkap ikan.
Bahkan upaya di Pulau Ascension, Brasil, Meksiko, dan Hawai sangat berhasil, dengan beberapa subpopulasi pulih hingga mendekati tingkat sebelum eksploitasi komersial.
Walaupun secara global populasi penyu hijau telah membaik, jumlahnya tetap jauh di bawah tingkat populasi yang ada sebelum era kolonialisasi Eropa. Periode kolonialisasi tersebutlah yang memicu eksploitasi dan perdagangan penyu secara masif dan merusak di berbagai belahan dunia.
IUCN mencatat ada beberapa hal yang menyebabkan kematian penyu hijau yang signifikan. Beberapa di antaranya adalah penangkapan penyu dan telur secara langsung, komersial, dan bukan untuk subsistensi, penangkapan tidak sengaja oleh perikanan, serta pembangunan pesisir dan laut tidak berkelanjutan yang menghancurkan habitat penyu yang vital.
Ancaman terhadap penyu hijau semakin diperburuk oleh perubahan iklim yang merusak habitat mereka, termasuk pantai-pantai penting tempat mereka bertelur.
Baca juga: IPB dan Kemenhut Bangun Pusat Bayi Tabung untuk Satwa Liar yang Terancam Punah
Dampak ini paling terlihat pada subpopulasi di Pasifik Barat Daya, kawasan yang menjadi lokasi peneluran massal terbesar di dunia. Penurunan angka penetasan telur selama beberapa tahun terakhir di sana telah menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan.
"Peningkatan populasi penyu hijau di seluruh dunia yang terus berlanjut adalah bukti kuat dari keberhasilan konservasi global yang terencana dan dilaksanakan selama puluhan tahun. Upaya ini mampu menstabilkan, bahkan memulihkan, populasi spesies laut yang memiliki rentang hidup panjang," kata Roderic Mast, Wakil Ketua Marine Turtle Specialist Group IUCN.
"Strategi konservasi harus diarahkan tidak hanya pada penyu itu sendiri, tetapi juga pada pemeliharaan kesehatan habitat dan keutuhan fungsi ekologisnya. Penyu laut tidak bisa bertahan tanpa ekosistem laut dan pesisir yang sehat, dan pada dasarnya manusia juga tidak bisa. Oleh karena itu, upaya konservasi yang konsisten dan berkelanjutan adalah kunci untuk menjamin pemulihan populasi ini dapat bertahan lama," tambahnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya