Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Maman Silaban
Konsultan Individu

Aktivis dan peneliti; Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, IPB University.

Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan

Kompas.com - 22/10/2025, 17:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tanpa mekanisme redistribusi yang adil, Indonesia hanya akan menjadi penyedia udara bersih bagi dunia tanpa memastikan kesejahteraan bagi rakyatnya sendiri.

Menjelang COP30 di Belem, Brasil, dunia akan menilai seberapa serius Indonesia menepati janji iklimnya. Forum itu bukan sekadar ajang diplomasi, tetapi panggung ujian integritas.

Dunia tidak akan terkesan dengan banyaknya regulasi, melainkan pada seberapa nyata dampaknya di lapangan. Apakah kita sungguh menurunkan emisi, atau hanya memperdagangkan izin untuk tetap mencemari?

Di sinilah tantangan terbesar Indonesia: menjembatani tiga dimensi kebijakan iklim yang sering berjalan sendiri-sendiri.

Dimensi ekonomi menuntut agar harga karbon cukup tinggi untuk mendorong transformasi industri. Dimensi sosial menuntut agar keuntungan dari karbon tidak berhenti di tangan korporasi, tetapi mengalir ke masyarakat penjaga alam.

Dan dimensi ekologis menuntut agar hutan, laut, dan ekosistem yang menjadi penyerap karbon alamiah tetap dijaga integritasnya.

Tiga hal ini harus berjalan bersama. Jika tidak, maka ekonomi hijau hanya akan menjadi nama baru bagi kapitalisme lama yang berganti warna.

Namun, kritik saja tidak cukup. Indonesia masih punya peluang besar untuk membuktikan diri. Langkah pertama adalah memperkuat tata kelola data agar Sistem Registri Nasional benar-benar terintegrasi dan bisa diaudit publik.

Kedua, memperbaiki desain harga karbon agar memberi sinyal kuat bagi industri untuk beralih ke energi bersih.

Ketiga, memastikan pembagian manfaat yang adil dengan menetapkan mekanisme insentif langsung bagi masyarakat adat, petani hutan, dan nelayan yang menjaga kawasan penyerap karbon.

Tanpa tiga langkah ini, regulasi sebesar apa pun hanya akan menjadi dokumen administratif tanpa daya ubah.

Kebijakan iklim sejatinya bukan soal teknokrasi, melainkan soal moralitas pembangunan. Ketika udara bersih diperdagangkan seperti komoditas, di situlah nurani publik diuji.

Apakah kita masih memandang alam sebagai ruang hidup bersama, atau sekadar pasar baru untuk dieksploitasi.

Perpres 110 Tahun 2025 bisa menjadi pijakan menuju ekonomi hijau yang bermartabat, asalkan pelaksanaannya tidak berhenti pada logika pasar, melainkan berpihak pada keadilan ekologi. Dunia sedang menunggu bukti, bukan janji.

Yang dibutuhkan Indonesia saat ini bukan sekadar pasar karbon, tetapi politik keberlanjutan yang berakar pada nurani, pada hutan yang tetap hidup, laut yang bernafas, dan masyarakat yang terus menjaga keseimbangan di antara keduanya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
BUMN
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Pemerintah
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Swasta
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Pemerintah
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Pemerintah
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Swasta
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Pemerintah
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Pemerintah
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Pemerintah
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Swasta
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Swasta
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
Pemerintah
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
Pemerintah
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
LSM/Figur
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau