Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan Pertanian Global Diproyeksikan Meningkat Tiga Kali Lipat pada 2100

Kompas.com, 23 Oktober 2025, 14:15 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com-Tim peneliti menemukan bahwa luas lahan pertanian global dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2100 di tengah penurunan populasi pedesaan.

Seperti yang kita ketahui, luas lahan pertanian memainkan peran penting dalam membentuk sistem produksi pangan dan dampak lingkungan. Tetapi, tren global jangka panjangnya masih kurang dipahami.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Liu Lei dari Institut Geografi dan Limnologi Nanjing, Akademi Ilmu Pengetahuan China pun lantas merekonstruksi dan menganalisis kumpulan data luas lahan pertanian global yang mencakup periode tahun 1970 hingga 2020.

Studi ini pun kemudian mengungkap pergeseran utama dalam luas lahan pertanian dan selanjutnya memproyeksikan tren masa depan.

Baca juga: Lahan Pertanian Mengandung Mikroplastik 23 Kali Lebih Banyak dari Lautan

Melansir Phys, Rabu (22/10/2025) peneliti menemukan bahwa rata-rata luas lahan pertanian global, pertama kali menurun sebesar 15 persen dari tahun 1970 hingga 2000, kemudian meningkat sebesar 14 persen dari tahun 2000 hingga 2020.

Dengan jalur pembangunan moderat di masa depan, luas lahan pertanian diproyeksikan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2100.

"Pendorong utama perluasan ukuran lahan pertanian saat ini dan di masa depan adalah penurunan populasi pedesaan, yang mengurangi jumlah orang yang mengoperasikan lahan pertanian dan menyebabkan konsolidasi lahan," kata Profesor Liu.

Konsolidasi lahan adalah proses di mana lahan pertanian kecil dan terpisah digabungkan menjadi unit properti yang lebih besar dan tunggal.

Hasilnya adalah lahan pertanian yang lebih luas, yang sering kali lebih efisien untuk dioperasikan menggunakan mesin pertanian skala besar.

Namun, tren regional berbeda tajam. Eropa, Amerika Utara, dan Oseania telah melihat pertumbuhan eksponensial dalam ukuran lahan pertanian rata-rata selama beberapa dekade terakhir.

Baca juga: Pertanian Mulai Terbatas, Menteri KP Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Global

Sebaliknya, negara-negara seperti India dan negara-negara di Afrika Sub-Sahara mengalami penurunan, didorong oleh tekanan populasi dan kebijakan pertanahan tertentu.

Para peneliti mencatat bahwa perbedaan regional dalam tren ukuran lahan pertanian mencerminkan kondisi struktural dan kelembagaan, termasuk dampak kebijakan.

Sebagai contoh, Undang-Undang Penyesuaian Pertanian AS telah mempercepat konsolidasi lahan, sementara Undang-Undang Batas Lahan India dan Sistem Tanggung Jawab Rumah Tangga China secara historis telah mempertahankan struktur lahan pertanian yang lebih kecil.

Temuan dalam studi ini pun menggarisbawahi implikasi sosial-ekonomi dan lingkungan dari konsolidasi pertanian. Meskipun dapat meningkatkan produktivitas, hal itu juga dapat mengurangi lapangan kerja dan keanekaragaman hayati di pedesaan.

Temuan ini dipublikasikan di Nature Communications.

sumber https://phys.org/news/2025-10-global-average-farm-size-triple.html

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau