Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanian Mulai Terbatas, Menteri KP Sebut Pangan Biru Jadi Solusi Global

Kompas.com, 13 Oktober 2025, 08:58 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mendorong agar pangan biru atau blue food menjadi solusi untuk ketahanan pangan global.

Ia mencatat, penduduk dunia akan mencapai hampir 10 miliar jiwa pada 2050. Namun, pertanian darat sudah berada di batas kemampuannya.

"Laut, sebaliknya, menyimpan potensi luar biasa sebagai frontier berikutnya bagi produksi pangan berkelanjutan," kata Trenggono dalam Indonesia International Sustainability Forum di Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025).

Menurut dia, Indonesia berpotensi berperan sebagai pusat pangan laut dunia berkat sumber daya kelautan yang melimpah.

Melalui Kebijakan Ekonomi Biru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merumuskan paradigma baru pengelolaan sumber daya laut yang menekankan keseimbangan antara kesehatan ekosistem, kesejahteraan masyarakat, dengan keberlanjutan ekonomi.

Baca juga: Jika Program Diversifikasi Pangan Pemerintah Hanya Omon-omon, Krisis Mengintai Indonesia

Trenggono menyebut, visi itu tercantum dalam lima program utama yakni perluasan kawasan konservasi laut, penguatan regulasi penangkapan ikan berkelanjutan, dan pengembangan budi daya perikanan ramah lingkungan.

"Kami berfokus pada lima komoditas unggulan udang, nila, kepiting, rumput laut, dan lobster," tutur dia.

Program lainnya, pengawasan pariwisata bahari dan kegiatan ekonomi ekstraktif di wilayah pesisir yang kerap menyebabkan degradasi garis pantai serra pulau-pulau. Terakhir, KKP melibatkan nelayan maupun masyarakat pesisir untuk pengumpulan sampah plastik guna menjaga kesehatan laut.

"Melalui pilar-pilar ini, Indonesia tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan global secara bertanggung jawab dan berkelanjutan," ucap Trenggono.

Sejauh ini, pihaknya tengah mencanangkan berbagai program ketahanan pangan. Salah satunya, revitalisasi 20.000 hektare tambak di Jawa bagian utara.

KKP berencana mengubah tambak terbengkalai menjadi kawasan budi daya nila terpadu. Lalu, modernisasi budi daya udang di Wayangapu, Nusa Tenggara Timur, menjadi sistem produksi udang berkelanjutan.

Target pembangunan 1.000 armada kapal perikanan skala kecil untuk memastikan setiap ikan yang ditangkap menjadi bagian dari rantai pasok pangan berkelanjutan.

Baca juga: Sawah Menyusut, Petani Gurem Melejit, Alarm Ketahanan Pangan Nasional

"Program revitalisasi produksi garam nasional juga dijalankan untuk memperkuat produksi garam lokal dan mencapai swasembada garam nasional," ujar dia.

Dengan populasi mencapai 270 juta jiwa, di mana sekitar 100 juta orang di antaranya tinggal di wilayah pesisir. Hal ini mengartikan, Indonesia merupakan pasar potensial sekaligus mitra strategis dalam rantai pasok pangan global.

"Indonesia menyambut kemitraan yang memperkuat rantai pasok pangan global melalui investasi berkelanjutan, inovasi, penelitian, dan alih pengetahuan," jelas Trenggono.

"Kami meyakini bahwa keberlanjutan tidak boleh menjadi hak istimewa negara maju semata, melainkan harus menjadi kesempatan bersama yang menghubungkan teknologi dengan kearifan lokal," imbuh dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau