JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director Danantara Indonesia, Stefanus Ade, mengatakan pihaknya bakal mengkaji setiap pemerintah daerah (pemda) mampu untuk menjalankan proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik atau Waste to Energy (WTE).
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025, setiap pemda akan mengajukan diri bila siap melaksanakan proyek WTE ke Kementerian Lingkungan Hidup.
Syarat utamanya, wilayah tersebut harus menghasilkan 1.000 ton sampah per hari untuk diolah menjadi energi listrik.
"Kementerian Lingkungan Hidup akan melakukan review dulu, contohnya 1.000 ton. Bener enggak sampahnya 1000 ton, nanti mereka melakukan pengecekan, review, dan lain-lain. Malah kalau bisa lebih lah, karena enggak konstan sampah itu," ujar Stefanus dalam CEO Connect di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Baca juga: Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Kedua, pengecekan terhadap infrasturuktur wilayahnya, truk pengangkut, dan biaya pengangkutan sampah. Pemda juga diwajibkan menyediakan lahan untuk proyek tersebut.
"Kalau sudah dianggap layak, lahannya juga sudah siap, baru diserahterimakan ke Danantara kota atau kabupaten yang sudah siap untuk menjalankan ini.
Dari danantara sendiri, kami juga akan me-review," tutur dia.
Stefanus pun meminta pemda untuk melakukan pengujian guna mengetahui kondisi sampahnya masing-masing.
Danantara nantinya bakal memeriksa kembali hasil pengujian yang dilampirkan. Penilaian melibatkan tim internal Danantara dan pihak ketiga.
"Setelah ini semua oke, baru kami anggap kota ini layak untuk di-install insinerator untuk waste to energy. Setelah itu baru nanti Danantara akan melakukan tender," jelas Stefanus.
Menurutnya, proses review dan tender dilakukan untuk memastikan tata kelola proyek serta manajemen risiko berjalan dengan baik.
"Tender supaya kami bisa membawa developer, operator, investor yang paling tepat untuk bisa menjalankan ini karena ada satu poin juga dari sisi affordability," imbuh dia.
Baca juga: Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Ia menilai bahwa pemerintah daerah menjadi pihak yang paling diuntungkan karena tidak lagi perlu menanggung biaya tinggi untuk pengelolaan sampah. Sebab, selama ini mereka wajib membawayar Rp300.000-Rp500.000 per ton untuk tipping fee, kompensasi atas jasa pengelolaan atau pemrosesan sampah.
Stefans memastikan, proyek ini tidak akan mengolah sampah berbahaya. Pihaknya berkomitmen menerapkan teknologi terbaik dengan standar emisi Uni Eropa, serta pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
Namun, biaya investasi tetap harus terjangkau. Danantara juga berencana menjalin kerja sama dengan PT PLN (Persero) selaku penyedia listrik.
"PLN sebagai bagian Danantara mudah-mudahan bisa cepat kami bernegosiasi. PPA-nya (perjanjian jual beli listrik) harus makeable, itu penting karena kita butuh juga financing dari bank," ungkap Stefanus.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya