Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kejatuhan Karet, Petani Kalbar Enggan Ubah Semua Lahannya Jadi Sawit

Kompas.com, 27 Oktober 2025, 08:31 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Karet pernah menjadi sumber penghasilan utama bagi masyarakat Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. Pada masa jayanya, ekonomi warga benar-benar bertumpu pada getah karet.

"Pokoknya, di sini yang sarjana, yang bisa sekolah atas hasilnya dari karet semua," ujar seorang petani Desa Mekar Raya, Rawatrony, di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Sabtu (25/10/2025).

Namun kejayaan itu tak bertahan lama. Menjelang akhir 1990-an, harga karet di Indonesia anjlok tajam dan mengguncang ekonomi warga. Dampaknya terasa hingga ke dapur masyarakat.

"Karet anjlok, anak banyak putus sekolah, karena penghasilan masyarakat hanya dari karet. Aktivitas, istilahnya gaya (hidup) kita punya kendaraan untuk beli minyak juga susah, karena duitnya dari mana. Cuma makan untuk bertahan hidup," tutur Rawatrony.

Kondisi itu menjadi titik balik bagi banyak petani Mekar Raya. Mereka mulai beralih dari menanam karet ke kelapa sawit yang saat itu dianggap lebih menjanjikan. Meski begitu, Rawatrony memilih berhati-hati. Ia enggan mengubah seluruh lahannya yang seluas lima hektar menjadi kebun sawit.

Berbekal pengalaman pahit dari fluktuasi harga karet, ia memutuskan untuk tidak bergantung pada satu komoditas saja.

Tiga hektar dari lahannya kini ia kelola dengan sistem agroforestri, menanam kopi di sela pohon karet, meranti, langsat, ketapang, hingga rotan. Di sekitar kebun kopi, ia juga menanam pisang, terong, jagung, kacang panjang, cabai, ubi jalar, timun, sawi, dan bayam.

Baca juga: Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar

Dengan diversifikasi tanaman, Rawatrony berharap bisa mengurangi risiko dan menjaga keberlanjutan penghasilannya.

"Di sini, banyak yang terlanjur pindah (dari karet) ke sawit (untuk) semua (lahannya), kalau saya masih sebagian ditinggalkan dulu, karena kami tidak fokus sawit. Kalau saya bikin sawit semua ya takutnya ada masalah lagi (seperti kasus anjloknya harga karet)," ucapnya.

Rawatrony, seorang petani dari Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sedang memeriksa tanaman kopi di lahan miliknya pada Sabtu (25/10/2025).Kompas.com/Manda Firmansyah Rawatrony, seorang petani dari Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sedang memeriksa tanaman kopi di lahan miliknya pada Sabtu (25/10/2025).

Kini, kerja kerasnya mulai berbuah. Agroforestri tak hanya menjaga ketahanan ekonomi keluarganya, tapi juga membuka peluang baru. Kopi yang ditanamnya kini sudah menembus pasar luar desa.

Rawatrony bercerita, keberhasilan itu tak lepas dari pendampingan Tropenbos Indonesia yang membantu petani dalam mengelola kebun sekaligus membuka akses pasar bagi kopi lokal khas daerahnya, Robusta Simpang Dua.

"Kami di sini banyak tanam kopi, mau dikonsumsi sendiri kelebihan juga. Jadi, kalau mau dijual ke mana?. Ketika ada bimbingan Tropenbos sekitar lima tahun lalu, mereka ke mana-mana cari pasar. Alhamdulillah sekarang dapat pasar, makanya kami tumbuh lagi, kopi muncul lagi. Ada penanaman kembali, ada pemangkasan yang dulu sempat dibiarkan," ujar Rawatrony.

Kini, Desa Mekar Raya perlahan bangkit kembali. Dari karet yang pernah berjaya, hingga kopi yang kini memberi harapan baru bagi petani Kalimantan Barat.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim di Brasil Sebabkan Harga Kopi Dunia Naik Tajam

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau