JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bakal menyiapkan surat edaran (SE) Menteri Kehutanan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 181/PUU-XXII/2025. Aturan ini mengizinkan masyarakat hukum adat berkebun di hutan tanpa izin pemerintah.
Kepala Bagian Advokasi dan Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Kemenhut, Yudi Ariyanto, menjelaskan SE tersebut bertujuan menyamakan pandangan terkait penggunaan lahan hutan.
"Sehingga dalam praktiknya ini biasanya menyikapi putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya sudah diterapkan, ada terbit nanti surat edaran dari Menteri Kehutanan," ungkap Yudi dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (24/10/2025).
Baca juga: Putusan MK: Oase Keadilan bagi Masyarakat Adat
Menurut dia, pedoman tertulis diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman di lapangan terutama bagi aparat penegak hukum. Yudi menyebutkan, penyusunan SE bakal melibatkan para ahli melalui focus group discussion (FGD).
"Ya ini kami belum ada penyikapan karena putusannya masih baru, masih panas banget. Jadi kami perlu ada penyikapannya dan ini praktik yang lazim supaya nanti ada kesamaan pandang," jelas dia.
Adapun putusan nomor 181 tersebut diketok pada 16 Oktober 2025, dengan pemohon atas nama Sawit Watch. Pemohon mengajukan permohonan uji materi atas sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kemenhut, Julmansyah, menegaskan pengecualian pemanfaatan hutan sebagaimana diatur dalam putusan MK memiliki dasar konstitusional yang kuat. Asalkan dilakukan secara terbatas, tidak bersifat komersial, dan berlandaskan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat atau masyarakat setempat yang hidup turun-temurun di kawasan hutan.
Baca juga: Nasib Masyarakat Adat di Indonesia dan Amerika Latin Punya Banyak Kesamaan
“Keputusan tersebut menyatakan masyarakat yang hidup secara turun-temurun dalam kawasan hutan, memanfaatkan hutan maupun perkebunan masyarakat dalam hutan hanya untuk memenuhi kehidupan, tidak diperdagangkan dengan mendapatkan imbalan,” ucap Julmansyah.
Menurut dia, Putusan MK Nomor 181 sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen) Nomor 9 tentang Hutan Adat. Keduanya mengatur pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat adat untuk kebutuhan subsisten.
Selain itu, memiliki kesamaan prinsip dengan Putusan MK Nomor 95 tahun 2014, yang menegaskan masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar kawasan hutan tidak dapat dikenakan sanksi pidana apabila memanfaatkan kayu untuk kepentingan sendiri.
"Sejalan dengan itu, Kementerian Kehutanan selama ini telah secara konsisten melaksanakan putusan tersebut. Dengan tidak melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menggunakan hasil hutan semata untuk kebutuhan hidupnya," kata dia.
Baca juga: Kemenhut: Penebangan Hutan Terencana Bukan Deforestasi, Indonesia Beda dengan Eropa
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya