Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Sebut Pohon Pisang Bisa Jadi Kunci Atasi Perubahan Iklim

Kompas.com, 26 Oktober 2025, 19:13 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bambu, palem, dan pohon pisang secara fisik memiliki kemiripan dengan pohon dan berfungsi layaknya pohon, tetapi dari segi pertumbuhan, mereka secara botani lebih mirip dengan rumput.

Karakter unik tersebut ternyata membuat ilmuwan kesulitan untuk mengklasifikasikannya secara benar dan menggali potensi manfaatnya.

Namun dalam sebuah studi baru yang dilakukan oleh ilmuwan dari New York University menawarkan gambaran yang lebih jelas tentang tanaman itu.

Para ilmuwan memberi label baru yang deskriptif yakni pohon berumput, di mana tanaman memiliki struktur kanopi yang tinggi seperti pohon, tetapi punya daya tahan dan kemampuan pulih seperti rumput.

Sifat gabungan ini memberikan keuntungan signifikan, di mana tanaman dapat beradaptasi dan pulih dari berbagai kondisi cuaca ekstrem seperti badai, banjir, atau kekeringan lebih mudah dibandingkan dengan pohon kayu biasa.

Baca juga: Melihat Upaya Konservasi Tanaman dan Fauna Endemik Sulawesi di Taman Kehati Sawerigading Wallacea

"Bambu, palem, dan pisang, yang tidak dapat dikategorikan secara tepat sebagai 'pohon' atau 'rumput', sehingga kami sebut 'pohon berumput' yang menggabungkan keunggulan dari kedua jenis," jelas Aiyu Zheng, seorang peneliti di Departemen Studi Lingkungan New York University, dikutip dari Phys, Jumat (24/10/2025).

"Sifat hibrida ini menjadikan mereka sebagai solusi global untuk mengatasi perubahan iklim," katanya lagi.

Menurut peneliti, baik itu bambu, palem dan pisang pulih dengan cepat setelah kebakaran, badai, atau panen.

Tidak hanya itu saja, manfaat mereka meluas melintasi berbagai sektor mulai dari makanan, makanan, material terbarukan hingga energi hijau.

Tanaman ini juga membantu memulihkan bentang alam, menyimpan karbon, mendukung keanekaragaman hayati, serta menopang komunitas.

Dalam studinya, peneliti melakukan analisis perbandingan yang sangat komprehensif terhadap kemampuan berbagai ekosistem di dunia yang didominasi oleh pohon, rumput, atau pohon berumput untuk menyimpan dan menyerap karbon.

Hasilnya peneliti menemukan ekosistem yang didominasi pohon berumput seperti bambu, palem, dan pisang memiliki produktivitas lebih tinggi dalam menangkap karbon dioksida daripada pohon atau rumput.

Kelompok tersebut juga memiliki kemampuan penyimpanan karbon yang jauh lebih baik daripada rumput. Kombinasi ini menjadikannya solusi mitigasi iklim yang kuat, terutama di wilayah tropis.

Studi juga menemukan bahwa "pohon berumput" memiliki tiga sifat yang menjadikannya solusi iklim yang unggul yaitu berlimpah, praktis untuk digunakan, dan relevan dengan kehidupan masyarakat di budaya tropis.

Baca juga: Pembakaran Sisa Tanaman Rusak Keanekaragaman Hayati Mikroba

Studi ini adalah yang pertama kali memetakan dan mengukur secara global seberapa besar karbon yang mampu diserap dan disimpan oleh "pohon berumput".

Berdasarkan manfaat dan potensi penyimpanan karbonnya, Mingzhen Lu, asisten profesor di Departemen Studi Lingkungan NYU, dan penulis senior makalah berpendapat bahwa "pohon berumput" layak mendapatkan pengakuan dan perhatian yang sama dengan solusi berbasis alam lainnya yang sudah lebih populer dan dikenal luas seperti penanaman pohon konvensional atau restorasi hutan bakau.

Pengetahuan ini dapat memberikan informasi yang lebih baik kepada pemerintah dan komunitas dalam merencanakan dan berinvestasi pada inisiatif pembangunan berkelanjutan.

"Pengakuan "pohon berumput" sebagai bentuk pertumbuhan yang unik akan membuka pintu bagi penelitian di masa depan, yang pada akhirnya akan memaksimalkan pemanfaatan tumbuhan ini sebagai solusi penting untuk mengatasi masalah iklim dan pembangunan berkelanjutan," tutup Zheng.

Studi dipublikasikan di jurnal Trends in Ecology & Evolution.

Baca juga: KG Media Tanam 10.000 Bibit Mangrove di Indramayu, Bisnis Bisa Lestari

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau