SINGAPURA, KOMPAS.com — Keberhasilan transisi energi di Asia Tenggara sangat bergantung pada pembangunan infrastruktur transmisi listrik yang modern dan terhubung lintas negara.
Kepala Regional Cooperation Centre International Energy Agency (IEA), Sue-Ern Tan, menegaskan bahwa penguatan jaringan listrik (grid) menjadi syarat utama untuk menjamin pasokan energi yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan di tengah meningkatnya permintaan energi di kawasan.
“Tidak ada transisi tanpa transmisi,” kata Sue-Ern Tan, dalam paparannya di sela acara Singapore International Energy Week (SIEW) 2025, Selasa (28/10/2025).
Baca juga: Sumber Energi Baru Tersembunyi di Pegunungan
Menurut Tan, Asia kini tengah mengalami lonjakan permintaan energi, terutama karena sejumlah negara mulai beralih menjadi net importir untuk gas alam cair (LNG) dan minyak.
Di India, misalnya, lebih dari 75 persen kebutuhan energi dipenuhi melalui impor, dan ketergantungan ini diperkirakan akan terus meningkat dalam dekade mendatang.
Meski demikian, kawasan Asia Tenggara memiliki potensi besar energi terbarukan.
Berdasarkan laporan terbaru IEA bertajuk "Integrating Solar and Wind in Southeast Asia", potensi teknis tenaga surya dan angin di kawasan ini mencapai lebih dari 20 terawatt, atau sekitar 55 kali kapasitas pembangkitan listrik saat ini.
Negara seperti Laos dan Malaysia bahkan telah menjadi produsen utama tenaga air di Asia Tenggara.
Namun, Tan mencatat bahwa integrasi energi terbarukan yang bersifat variabel seperti surya dan angin masih berada pada tahap awal di sebagian besar negara kawasan.
Untuk mempercepat pemanfaatan energi bersih, dibutuhkan investasi besar pada jaringan transmisi baik domestik maupun lintas batas.
IEA memperkirakan bahwa panjang jaringan listrik di Asia Tenggara perlu meningkat lebih dari 50 persen pada 2035, dan bahkan lebih dari dua kali lipat pada 2050 dibandingkan kondisi saat ini.
Baca juga: PLN Rilis 592 Renewable Energy Ceritificate untuk Industri Sawit
Akibatnya, kebutuhan investasi jaringan akan melonjak dari sekitar 10 miliar dollar AS menjadi hampir 30 miliar dolar AS dalam 10 tahun ke depan.
“Peningkatan investasi jaringan listrik ini penting bukan hanya untuk menyalurkan energi terbarukan, tetapi juga untuk memperkuat keamanan energi regional,” ujar Tan.
Karena itu, percepatan pelaksanaan Asean Power Grid (APG) menjadi langkah strategis untuk memperkuat konektivitas energi lintas negara.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya