KOMPAS.com - Perusahaan energi milik berbagai negara sedang merencanakan untuk menjalankan proyek-proyek ekstraksi bahan bakar fosil.
Temuan riset dari Carbon Bombs itu mengungkap bahwa industri tersebut telah merencanakan sekitar 2.300 proyek ekstraksi baru tambahan di seluruh dunia sejak tahun 2021.
Jika semua proyek ini direalisasikan, proyek-proyek itu akan melepaskan emisi CO2 sebanyak 11 kali lipat dari batas aman sisa anggaran karbon dunia dalam skenario pemanasan 1,5 derajat Celcius.
Anggaran karbon merujuk pada jumlah maksimum CO2 yang masih boleh dilepaskan ke atmosfer agar suhu global tidak melebihi 1,5 derajat C di atas tingkat pra-industri.
Selain proyek ekstraksi minyak dan gas yang disebutkan sebelumnya, terdapat penambahan signifikan pada infrastruktur gas alam, yaitu 119 terminal LNG baru yang masuk dalam tahap perencanaan global.
Baca juga: Perusahaan Bahan Bakar Fosil Wajib Kembangkan Teknologi Penghilang Karbon
Ekspansi bahan bakar fosil tidak hanya didorong oleh perusahaan energi, tetapi juga didukung oleh modal besar dari sektor keuangan. Para peneliti pasalnya menemukan bank-bank secara kolektif berencana untuk mendukung proyek-proyek ini dengan dana sebesar 1,6 triliun dolar AS.
Melansir Edie, Senin (27/10/2025) perusahaan multinasional Prancis, TotalEnergies memiliki jumlah rencana proyek ekstraksi minyak, gas, dan LNG baru terbanyak yang diikuti raksasa energi lagi yaitu China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), Eni, BP, dan Shell.
China dan Timur Tengah adalah hotspot dunia untuk proyek-proyek besar yang direncanakan, dengan 243 dan 107 proyek dalam jalur perencanaan masing-masing.
Sebagai perbandingan, 45 proyek direncanakan untuk Amerika Utara, 24 untuk Australia, 18 untuk Afrika Sub-Sahara, dan 11 untuk Eropa.
Lou Welgryn, direktur Data for Good, mengatakan data baru ini menunjukkan bahwa industri bahan bakar fosil dan para pemodal mereka sedang menghancurkan Perjanjian Paris.
"Kepentingan finansial mereka terus diutamakan daripada kerusakan iklim yang tak terelakkan,” katanya.
Baca juga: IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global
Perjanjian Paris, yang ditandatangani 10 tahun lalu oleh lebih dari 190 negara, berkomitmen untuk mengurangi emisi demi menghindari dampak fisik terburuk dari krisis iklim. Target utamanya adalah menjaga kenaikan suhu global serendah mungkin, idealnya pada 1,5 derajat Celcius.
Para ilmuwan iklim telah berulang kali memperingatkan bahwa pemanasan di atas 1,5 derajat Celcius akan memiliki konsekuensi besar.
Kenaikan suhu ini akan mengacaukan sistem global, yang mencakup cuaca, sistem pangan, ekosistem laut, dan lapisan es di Bumi. Dan hasil akhir dari ketidakstabilan sistem ini adalah hilangnya nyawa dan mata pencaharian dalam skala besar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya