KOMPAS.com - Studi baru Climate Analytics menyebut organisasi yang paling banyak menyebabkan polusi, termasuk perusahaan bahan bakar fosil dan semen, harus berkontribusi secara signifikan untuk mendanai teknologi baru penangkapan dan penyimpanan karbon langsung dari udara (Direct Air Carbon Capture and Storage/DACCS).
Dalam penelitiannya, Climate Analytics telah menghitung tanggung jawab finansial spesifik bagi puluhan perusahaan bahan bakar terbesar.
Studi menargetkan 66 perusahaan bahan bakar fosil yang diidentifikasi sebagai penyebab polusi terbesar.
Kelompok 66 perusahaan ini dituntut bertanggung jawab atas pembiayaan teknologi DACCS dengan jumlah yang besar, yaitu berkisar antara 40,5 miliar hingga 77,6 miliar dolar AS. Periode waktu yang dicakup adalah hingga tahun 2070.
Baca juga: Terobosan Baru, Limbah Udang Disulap Jadi Teknologi Penangkap Karbon
Angka kontribusi yang dituntut dari 66 perusahaan ini merupakan bagian yang signifikan dari total investasi global yang diperkirakan dibutuhkan untuk DACCS, yaitu sekitar 250 miliar dolar AS hingga 2070.
Melansir Edie, Jumat (24/10/2025), meskipun DACCS adalah teknologi penting untuk menghilangkan karbon dari atmosfer, teknologi ini juga mahal, dan dengan demikian, belum siap untuk diterapkan dalam skala besar.
Penelitian menemukan bahwa dibutuhkan sekitar 32 miliar dolar AS untuk membawa teknologi DACCS keluar dari fase formatif, yaitu tahap awal pengembangan, pengujian, dan pembuktian konsep yang selanjutnya akan beroperasi dengan biaya sekitar 100 dolar AS per ton karbon.
Namun sekali lagi, investasi DACCS ini harus diimbangi pula dengan pengurangan emisi yang cepat di perusahaan-perusahaan tersebut, sesuai dengan Perjanjian Paris.
Agar dunia dapat mengikuti jalur nol-emisi bersih pada tahun 2050, perusahaan-perusahaan ini akan diminta untuk membayar 41 miliar dolar AS.
Baca juga: Pemanfaatan Teknologi CCS Justru Berisiko Tingkatkan Emisi Karbon
Jumlah ini akan berlipat ganda jika perusahaan-perusahaan yang paling banyak mencemari gagal mengadopsi strategi dekarbonisasi yang kuat.
"Berdasarkan prinsip keadilan iklim, perusahaan-perusahaan yang paling berkontribusi terhadap krisis iklim juga harus bertanggung jawab untuk berinvestasi dalam solusi. Ini termasuk pendanaan investasi tahap awal yang diperlukan agar teknologi penghilangan karbon menjadi layak," papar Dalia Kellou, penulis utama laporan ini.
Sebelumnya, laporan dari Allied Offsets menyimpulkan bahwa penerapan teknologi penghilangan karbon dalam skala gigaton tidak dapat dihindari lagi.
Untuk mencapai target nol-emisi bersih global, dunia perlu menghilangkan antara lima hingga 22 gigaton CO2 per tahun. Angka ini menekankan besarnya volume karbon yang harus dihilangkan untuk menstabilkan iklim.
Sementara saat ini emisi global sekitar 40 gigaton CO2 per tahun. Penghapusan karbon yang ada menghasilkan sekitar 2 gigaton yang sebagian besar berasal dari solusi berbasis alam seperti aforestasi, reboisasi, penyerapan karbon tanah, dan agroforestri.
Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya