Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Bahan Bakar Fosil Wajib Kembangkan Teknologi Penghilang Karbon

Kompas.com, 27 Oktober 2025, 17:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi baru Climate Analytics menyebut organisasi yang paling banyak menyebabkan polusi, termasuk perusahaan bahan bakar fosil dan semen, harus berkontribusi secara signifikan untuk mendanai teknologi baru penangkapan dan penyimpanan karbon langsung dari udara (Direct Air Carbon Capture and Storage/DACCS).

Dalam penelitiannya, Climate Analytics telah menghitung tanggung jawab finansial spesifik bagi puluhan perusahaan bahan bakar terbesar.

Studi menargetkan 66 perusahaan bahan bakar fosil yang diidentifikasi sebagai penyebab polusi terbesar.

Kelompok 66 perusahaan ini dituntut bertanggung jawab atas pembiayaan teknologi DACCS dengan jumlah yang besar, yaitu berkisar antara 40,5 miliar hingga 77,6 miliar dolar AS. Periode waktu yang dicakup adalah hingga tahun 2070.

Baca juga: Terobosan Baru, Limbah Udang Disulap Jadi Teknologi Penangkap Karbon

Angka kontribusi yang dituntut dari 66 perusahaan ini merupakan bagian yang signifikan dari total investasi global yang diperkirakan dibutuhkan untuk DACCS, yaitu sekitar 250 miliar dolar AS hingga 2070.

Melansir Edie, Jumat (24/10/2025), meskipun DACCS adalah teknologi penting untuk menghilangkan karbon dari atmosfer, teknologi ini juga mahal, dan dengan demikian, belum siap untuk diterapkan dalam skala besar.

Penelitian menemukan bahwa dibutuhkan sekitar 32 miliar dolar AS untuk membawa teknologi DACCS keluar dari fase formatif, yaitu tahap awal pengembangan, pengujian, dan pembuktian konsep yang selanjutnya akan beroperasi dengan biaya sekitar 100 dolar AS per ton karbon.

Namun sekali lagi, investasi DACCS ini harus diimbangi pula dengan pengurangan emisi yang cepat di perusahaan-perusahaan tersebut, sesuai dengan Perjanjian Paris.

Agar dunia dapat mengikuti jalur nol-emisi bersih pada tahun 2050, perusahaan-perusahaan ini akan diminta untuk membayar 41 miliar dolar AS.

Baca juga: Pemanfaatan Teknologi CCS Justru Berisiko Tingkatkan Emisi Karbon

Jumlah ini akan berlipat ganda jika perusahaan-perusahaan yang paling banyak mencemari gagal mengadopsi strategi dekarbonisasi yang kuat.

"Berdasarkan prinsip keadilan iklim, perusahaan-perusahaan yang paling berkontribusi terhadap krisis iklim juga harus bertanggung jawab untuk berinvestasi dalam solusi. Ini termasuk pendanaan investasi tahap awal yang diperlukan agar teknologi penghilangan karbon menjadi layak," papar Dalia Kellou, penulis utama laporan ini.

Sebelumnya, laporan dari Allied Offsets menyimpulkan bahwa penerapan teknologi penghilangan karbon dalam skala gigaton tidak dapat dihindari lagi.

Untuk mencapai target nol-emisi bersih global, dunia perlu menghilangkan antara lima hingga 22 gigaton CO2 per tahun. Angka ini menekankan besarnya volume karbon yang harus dihilangkan untuk menstabilkan iklim.

Sementara saat ini emisi global sekitar 40 gigaton CO2 per tahun. Penghapusan karbon yang ada menghasilkan sekitar 2 gigaton yang sebagian besar berasal dari solusi berbasis alam seperti aforestasi, reboisasi, penyerapan karbon tanah, dan agroforestri.

Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau