Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rian Pebriansyah
ASN di Kemendesa PDT

Seorang Aparatur Sipil Negara di Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang saat ini sedang menempuh studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Gadjah Mada

Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang

Kompas.com, 3 November 2025, 07:15 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

INDONESIA sedang duduk di atas bom waktu ekologis. Dari Kalimantan hingga Sulawesi, dari Sumatra hingga Bangka Belitung, jutaan hektar lahan kini berstatus kritis akibat aktivitas pertambangan. Lubang-lubang pascatambang yang menganga, tanah asam yang ditinggalkan, serta air beracun di danau bekas tambang menjadi simbol nyata dari model pembangunan yang gagal menyeimbangkan ekonomi dan ekologi.

Di Bangka Belitung, warisan lahan pascatambang ini mengambil bentuk yang khas: ribuan lubang bekas tambang timah yang oleh masyarakat disebut “kolong”. Sebagian besar dibiarkan menganga, menjadi danau mati yang beracun, berbahaya, dan tak produktif. Program reklamasi lahan pascatambang yang telah dijalankan pemerintah bertahun-tahun belum memberikan hasil berarti.

Miliaran rupiah anggaran telah dikeluarkan, ribuan bibit pohon telah ditanam, tetapi sebagian besar mati sebelum tumbuh. Lahan bekas tambang tetap menjadi lahan mati, secara ekonomi dan ekologis. Fenomena ini menegaskan satu hal: kita belum benar-benar belajar dari kutukan sumber daya. Indonesia kaya, tetapi kekayaan alam sering meninggalkan jejak kemiskinan ekologis.

Baca juga: Pesona Danau Pading, Bekas Tambang yang Jadi Wisata di Babel

Namun di tengah deretan kegagalan, ada satu anomali yang membalikkan logika pesimisme itu. Sebuah desa kecil di Bangka Tengah, Desa Perlang, berhasil melakukan apa yang gagal dilakukan oleh banyak proyek besar: menyembuhkan lahan tambang secara mandiri. Mereka menyulap kolong bekas tambang yang sunyi dan berbahaya menjadi danau wisata yang produktif, dikenal sebagai Danau Pading.

Inisiatif ini tidak hanya memperbaiki lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Bahkan, inovasi tersebut membuat Desa Perlang memenangkan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Pertanyaannya sederhana: bagaimana mungkin desa kecil bisa melakukan apa yang gagal dilakukan proyek nasional dengan anggaran raksasa?

Inisiatif Bukan Proyek

Sebagai akademisi di bidang perencanaan wilayah, saya mencoba membongkar rahasia di balik keberhasilan Desa Perlang. Jawabannya ternyata tidak terletak pada besarnya dana, teknologi, atau dukungan pemerintah pusat. Kunci keberhasilan justru ada pada inisiatif lokal yang digerakkan oleh anak muda desa.

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) menjadi motor penggerak perubahan. Sekelompok pemuda desa melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain: potensi di balik luka lingkungan. Mereka tidak menunggu proyek datang dari pusat, tidak menunggu investor besar turun tangan. Mereka memulai dengan yang sederhana: membersihkan lahan bekas tambang, memetakan potensi wisata, dan mengajak warga lain bergotong royong.

Apa yang dilakukan pemuda Perlang bukanlah proyek, tetapi gerakan. Mereka memulai dengan ide, bukan dana. Modal utamanya adalah keyakinan bahwa ruang hidup tidak boleh dibiarkan mati. Inilah yang membedakan inisiatif komunitas dari proyek formal: semangatnya lahir dari kebutuhan hidup, bukan perintah administratif.

Baca juga: Keindahan Danau Pading, Lahan Bekas Tambang yang Populer Saat Pandemi

Perahu yang bisa disewa di Danau Pading, Bangka Tengah.Komunitas Wisata Danau Pading/Sariwijaya Perahu yang bisa disewa di Danau Pading, Bangka Tengah.

Mesin Sosial yang Sehat

Ide besar tidak akan hidup tanpa kelembagaan yang mendukung. Banyak desa memiliki pemuda kreatif, tetapi gagal karena ide mereka terhenti di tengah jalan. Di Desa Perlang, yang membuat inisiatif ini bertahan bukan hanya keberanian para pemuda, tetapi sinergi kelembagaan desa yang kuat.

Pokdarwis memang menjadi inisiator, tetapi Pemerintah Desa (Pemdes) dan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) segera menjadi bagian dari gerakan. Kepala desa tidak menunggu laporan formal untuk bertindak. Pemerintah desa memberi dukungan kebijakan, membantu pembiayaan awal dari Dana Desa, dan memastikan aspek legalnya berjalan. BUM Desa kemudian mengambil peran penting dalam mengelola aspek bisnis dan keberlanjutan ekonomi.

Dengan sistem bagi hasil yang transparan, Danau Pading tidak hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga sumber pendapatan bagi kas desa. Riset lapangan menunjukkan bahwa kunci keberhasilan Perlang terletak pada tiga hal: kolaborasi yang cair antar-lembaga, mobilisasi modal sosial masyarakat, dan kemampuan menyelesaikan konflik internal dengan kedewasaan kolektif.

Desa ini membuktikan bahwa demokrasi lokal bisa berjalan efektif bila kepercayaan dan komunikasi dijaga.

Baca juga: Dari Galian Bekas Tambang Jadi Kehidupan Baru

Dari Kolong Hantu ke Danau Kehidupan

Kolong di Desa Perlang dahulu hanyalah lubang tambang tak terurus. Airnya berwarna kehijauan dan beracun, tanah sekitarnya tandus. Tidak ada tanda kehidupan. Kini, danau tersebut menjadi ruang sosial baru. Setiap pekan, ratusan pengunjung datang menikmati pemandangan, memancing, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal.

Transformasi ekologis ini membawa dampak ekonomi berantai. Warga yang dulunya bekerja sebagai penambang tradisional beralih menjadi pelaku wisata, pengrajin, dan petani ikan air tawar. Perempuan desa membuka warung dan menyewakan perahu, sementara anak-anak muda menjadi pemandu wisata. Ekonomi yang dulu bergantung pada tambang kini bergantung pada kreativitas.

Inilah bentuk ekowisata restoratif: wisata yang tidak hanya menjual keindahan, tetapi juga memulihkan luka ekologis.

Baca juga: Wisata Brown Canyon Semarang, Kolam Renang Unik di Tengah Bekas Tambang Galian

Pelajaran untuk Kebijakan Nasional

Kisah Desa Perlang harus dibaca bukan sebagai cerita lokal yang unik, tetapi sebagai pelajaran kebijakan nasional. Model pemulihan lingkungan yang efektif bukanlah yang berbasis proyek top-down, melainkan kolaborasi horizontal di tingkat komunitas. Selama ini, pendekatan reklamasi lahan pascatambang terlalu birokratis. Proyek dilakukan oleh kontraktor besar, jauh dari masyarakat setempat. Ketika proyek selesai, masyarakat tidak merasa memiliki. Hasilnya dapat ditebak: fasilitas mangkrak, pohon mati, dan lahan kembali rusak.

Desa Perlang membalikkan paradigma ini. Mereka membuktikan bahwa pemulihan ekologis dan ekonomi dapat berjalan beriringan ketika masyarakat diberi ruang memimpin. Pemerintah seharusnya tidak lagi sekadar mengukur keberhasilan dengan jumlah hektar yang direklamasi, tetapi dengan sejauh mana komunitas terlibat dan mendapatkan manfaat langsung dari proses tersebut.

Untuk itu, diperlukan sinergi kebijakan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai regulator utama reklamasi, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup sebagai penentu standar lingkungan, dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai pembina instrumen pembangunan (seperti BUM Desa dan Dana Desa), perlu berkolaborasi meninjau ulang pendekatan reklamasi yang kaku dan berbasis proyek.

Pendekatan berbasis komunitas yang terbukti berhasil di Perlang dapat menjadi model replikasi untuk wilayah-wilayah pascatambang lain, seperti yang tersebar luas di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.

Baca juga: Tanami Bekas Tambang di Rebo, Warga dan Polda Babel Bersatu Pulihkan Kawasan Pesisir Bangka

Warga menyiapkan bibit pohon pelawan untuk reklamasi lahan bekas tambang di Desa Namang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, 29 November 2023.Dok. Pemdes Namang Warga menyiapkan bibit pohon pelawan untuk reklamasi lahan bekas tambang di Desa Namang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, 29 November 2023.

Memperkuat Mesin Desa

Pelajaran paling penting dari Perlang bukan hanya tentang wisata, tetapi tentang manajemen desa yang sehat. Pokdarwis, Pemdes, dan BUM Desa membentuk segitiga kekuatan yang saling menopang.

  • Pertama, Pokdarwis berfungsi sebagai penggerak ide dan mobilisasi masyarakat.
  • Kedua, Pemdes menjadi fasilitator kebijakan dan sumber pendanaan awal.
  • Ketiga, BUM Desa menjamin keberlanjutan ekonomi agar program tidak berhenti setelah euforia awal.

Sinergi tiga elemen ini jarang ditemukan di desa lain. Di banyak tempat, ide bagus sering mati karena kepala desa tidak percaya pada pemuda, atau karena BUM Desa hanya menjadi formalitas administratif. Di Perlang, kepercayaan menjadi fondasi utama. Ketika institusi desa bekerja dengan baik, perubahan lingkungan bukan lagi sekadar wacana. Desa menjadi laboratorium kecil bagi masa depan pembangunan berkelanjutan Indonesia.

Baca juga: 5 Tempat di Dunia Bekas Tambang Emas, Ada yang Jadi Tempat Wisata hingga Permukiman Tak Tertata

Membangun Desa dengan Cara Baru

Kisah Perlang menantang asumsi lama bahwa pembangunan harus selalu dimulai dari pusat kekuasaan. Dalam konteks lahan kritis pascatambang, kebijakan nasional seharusnya berfungsi sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaksana tunggal. Pemerintah pusat perlu mengalihkan fokus dari proyek fisik menuju penguatan kapasitas sosial di tingkat desa.

Pendekatan ini tidak hanya lebih murah, tetapi juga lebih efektif. Satu rupiah yang diinvestasikan dalam kapasitas kelembagaan desa dapat menghasilkan manfaat ganda: membangun ekonomi dan memulihkan lingkungan sekaligus.

Program pelatihan bagi kepala desa, BUM Desa, dan kelompok pemuda perlu menjadi prioritas dalam kebijakan nasional. Pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif fiskal bagi desa yang berhasil memulihkan lahan kritis dengan pendekatan inovatif dan partisipatif. 

Kisah Desa Perlang adalah pengingat bahwa pemulihan lingkungan tidak hanya persoalan teknis, tetapi juga persoalan sosial. Lahan kritis pascatambang tidak akan pulih hanya dengan menanam pohon, tetapi dengan menanam kepercayaan. Desa yang diberi ruang untuk berinisiatif akan menemukan caranya sendiri untuk bangkit.

Pemerintah perlu belajar dari Perlang: jangan mendikte, tetapi dengarkan. Jangan hanya menghitung hektar yang ditanami, tetapi hitung jumlah warga yang hidupnya berubah. Jangan hanya berbicara tentang reklamasi, tetapi bicara tentang revitalisasi sosial.

Di tangan komunitas yang solid, lubang tambang bisa berubah menjadi danau kehidupan. Di tangan pemuda yang berani, desa bisa menjadi pionir keberlanjutan. Dan di tangan kebijakan yang bijak, Indonesia bisa membalik kutukan sumber daya menjadi berkah ekologis.

Masa depan lahan pascatambang Indonesia bukan milik kontraktor besar, tetapi milik desa yang berani bermimpi dan bekerja. Seperti Desa Perlang yang membuktikan, pemulihan sejati dimulai bukan dari proyek, melainkan dari tekad bersama untuk hidup berdampingan dengan alam.

Baca juga: Menghijaukan Kawasan Bekas Tambang Timah Usai Habis Dikuras...

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau