JAKARTA, KOMPAS.com - Kemenaker mencatat 104 kecelakaan kerja di smelter nikel selama 2019-2025. Sebanyak 107 orang meninggal dunia, dan 105 orang mengalami luka-luka.
Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Muda Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Kementerian Ketenagakerjaan, Hugo Nainggolan menyebut kecelakaan kerja itu terjadi di sejumlah lokasi smelter nikel.
"Secara garis besar kami simpulkan (penyebab) yang paling banyak terjadi adalah SOP dari seluruh jenis pekerjaan terutama yang high risk, memang banyak yang belum dibuat apalagi diterapkan. Terutama juga dari supervisi di internal perusahaan itu tidak berjalan, bekerja yang penting targetnya saja tercapai," kata Hugo dalam acara yang digelar Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Senin (3/11/2025).
Baca juga: 500 Warga Lokal Tambang Emas Ilegal di Area Hutan Dekat Sirkuit Mandalika
Penyebab tingginya angka kecelakaan kerja di industri nikel lainnya ialah peralatan tak laik yang digunakan perusahaan. Hugo menyebutkan, banyak peralatan yang tidak dirawat secara berkala namun perusahaan tetap mengabaikannya.
Terakhir, personel yang melakukan pekerjaan tinggi risiko seperti operator, juru ikat, petugas P3K, hingga ahli lainnya tak tersertifikasi ataupun berlisensi.
"Jadi kompetensinya saja banyak yang tidak dimiliki, apalagi kewenangan. Ini secara garis besar yang masih belum dilakukan di industri nikel," tutur dia.
Di sisi lain, Hugo mengakui bahwa Kemenaker memiliki pengawas ketenagakerjaan yang terbatas, jumlahnya hanya 1.400 yang tersebar di 38 provinsi. Karena itu, Kemnaker mengembangkan fitur layanan Teman K3 untuk pelaporan angka kecelakaan kerja yang terintegrasi denga data BPJS. Masyarakat juga bisa melaporkan langsung melalui fitur Lapor Menaker.
Baca juga: Tambang Nikel Rusak Raja Ampat, Greenpeace Desak Tata Kelola Mineral Berkelanjutan
"Di sini peran serta masyarakat sebagai whistleblower untuk meningkatkan pelaporan. Pastinya data individu atau data si pelapor dirahasiakan dan tidak akan menjadi sebuah informasi yang disampaikan secara umum terkait data si pelapor," jelas Hugo.
Pihaknya juga memanfaatkan Norma 100, fitur pemeriksaan norma ketenagakerjaan dari website Kemnaker sekaligus mengukur tingkat kepatuhan regulasi setiap perusahaan di bidang ketenagakerjaan. Sehingga, petugas dapat memprioritaskan perusahaan pelanggar yang bakal ditindak terlebih dahulu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, sanksi hukum bagi pelanggaran K3 hanya diancam kurungan tiga bulan dan denda Rp 100 juta. Pemerintah memperkuatnya dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025, memungkinkan integrasi sanksi lintas kementerian.
Termasuk penghentian sementara operasional atau pencabutan izin usaha melalui sistem OSS.
"Tahap terakhir kami juga sedang melakukan Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 yang memang membutuhkan rentang waktu yang cukup lama. Jadi dimohonkan juga banyak dukungan para pihak untuk dapat melakukan revisi," ucap dia.
Dihubungi secara terpisah, Head of Media Relations PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Dedy Kurniawan, menyatakan bahwa IMIP secara periodik mengevaluasi penerapan dalam operasional produksi untuk menjaga keselamatan maupun kesehatan para pekerjanya. Menurutnya, peralatan penambangan yang dilakukan setiap perusahaan di dalam kawasan juga telah sesuai.
Baca juga: Kecelakaan Kerja Berulang di Smelter Nikel, Walhi: Pemerintah Abai
"Semisal kendaraan alat berat, sebelum dioperasikan operator wajib melakukan pemeriksaan dan pengecekan harian (P2H) kendaraannya. Hasil P2H itu wajib dilaporkan kepada pengawas," jelas Dedy.
"Setelah mendapat persetujuan barulah kendaraan tersebut bisa dioperasikan," imbuh dia.
Jika tak memenuhi syarat, kata dia, operator dilarang mengoperasikan kendaraan alat berat. Operator akan diarahkan untuk berkoordinasi dengan pihak workshop atau bengkel untuk memperbaiki kendaraan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya