MEDAN, KOMPAS.com - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui Bakti BCA melatih 32 penenun songket melayu, Perkumpulan Warna Alam Indonesia (Warlami) untuk melestarikan pewarna alami pada kain tradisional atau wastra.
Pelatihan ini digelar di Istana Maimoon, Medan, Sumatera Utara, selama 4-6 November 2025.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengatakan program tersebut bertujuan membantu para penenun menguasai teknik pewarnaan alam dengan material ramah lingkungan, serta menghasilkan produk tenun berkelanjutan.
"Kami mencari jejak-jejak pewarnaan alam dengan tumbuhan asli Indonesia, yang pada masa VOC kita pernah begitu jaya. Kalau kita bedah laporan keuangan VOC, perusahaan dagang terkaya di dunia pada saat itu kontributor keduanya mereka melakukan eksportasi pewarnaan alam dengan tumbuhan-tumbuhan yang ada di Indonesia," ujar Hera di Medan, Selasa (4/11/2025).
Baca juga: BRIN Kembangkan WoodPlastic, Plastik Ramah Lingkungan dari Serbuk Kayu
Karena itu, BCA mengajak perajin melestarikan lagi budaya pewarnaan alami di beberapa lokasi termasuk Medan agar tidak punah. Selain peningkatan ekonomi, program itu juga ditargetkan bisa membuka akses pasar dari produk yang dihasilkan.
"Harapannya mereka bisa menjual di event-event korporasi kami, kami memiliki market, nasabah di event corporate, mudah-mudahan itu bisa membantu mereka untuk terus memproduksi dengan kreasi wastra nusantara," jelas dia.
Dalam BCA Expo, produk tenun dari perajin binaan turut dijual dan mendapat sambutan positif dari pengunjung.
Hera menyebutkan saat ini penggunaan warna alam dalam proses penciptaan kain tenun makin kalah pamor dar pewarna sintetis. Produksinya yang panjang menyebabkan pewarna alam dianggap lebih sulit digunakan dan mahal daripada pewarna sintetis.
Baca juga: Plastik Marak dalam Pertanian, Serasah Tersisih Meski Lebih Ramah Lingkungan
"Komunitas perajin di sini tak hanya sekadar mempertahankan tradisi tapi juga dapat bersaing di pasar lokal maupun global,” kata Hera.
Berdasarkan Market Research Future 2025, nilai pasar pewarna alam dunia dapat mencapai 7,2 miliar dollar AS pada 2032 dengan estimasi pertumbuhan per tahun sekitar 8,5 persen sepanjang 2026-2033. Tren pasar yang makin memperhitungkan dampak lingkungan dalam proses produksi menjadi pendorong utama popularitas pewarna alam.
Perajin di Medan, Sumatera Utara membuat pewarna alami, Selasa (4/11/2025). Sementara itu, Sekjen Warlami, Suroso, menjelaskan pewarna alami berasal dari tanaman yang banyak hidup di dataran Medan. Beberapa jenis tanaman seperti ketapang, kayu kuning, dan indigo sebenarnya bisa tumbuh baik di wilayah ini.
Proses pembuatan warna pun cenderung sederhana, namun banyak ditinggalkan lantaran dianggap sulit. Pihaknya pun gencar memperkenalkan teknik pewarnaan alami dan menenun ke generasi muda.
"Sebenarnya banyak di antara para peserta (pelatihan), anak muda. Biasanya akhir dari kegiatan semacam ini akan difasilitasi oleh BCA untuk acara pameran, untuk berjualan dengan segmen yang beragam," tutur Suroso.
Dia mengaku, telah berkecimpung sebagai perajin sejak 2007 lalu. Mulanya, Suroso merupakan pembatik di Pekalongan, Jawa Tengah.
"Di komunitas ini saya aktif untuk menghidupkan lagi batik dan juga wastra tenun," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya