KOMPAS.com - Studi baru dari Universitas Illinois Urbana-Champaign menyelidiki bagaimana perdagangan sampah plastik global berkontribusi pada sampah di sepanjang garis pantai dan perairan di negara-negara pengimpor.
Limbah plastik adalah komoditas yang diperdagangkan secara internasional dan dapat didaur ulang menjadi bahan yang digunakan kembali. Sementara itu, sampah plastik yang berserakan adalah polusi yang dihasilkan dari limbah yang tidak diolah.
Baca juga:
Namun, ada kekhawatiran bahwa ekspor limbah ke negara lain tersebut justru menciptakan peluang terjadinya pencemaran lingkungan dalam perjalanan dan penyimpanan.
"Kami ingin melihat apakah impor plastik menyebabkan peningkatan jumlah sampah plastik yang ditemukan di daerah pesisir," kata asisten profesor di Departemen Ekonomi Pertanian dan Konsumen, Universitas Illinois Urbana-Champaign, Becca Taylor, dilansir dari Phys, Rabu (10/12/2025).
"Secara keseluruhan, kami menemukan bahwa peningkatan 10 persen dalam jumlah limbah plastik yang diimpor suatu negara dikaitkan dengan peningkatan 0,6 persen dalam jumlah botol plastik yang berserakan yang dikumpulkan dari daerah pesisir," tambah dia.
Jumlah limbah plastik bertambah dengan cepat. Meskipun hanya sekitar dua persen limbah plastik yang diperdagangkan secara global, angka tersebut merupakan jumlah yang substansial mengingat pertumbuhan besar dalam produksi plastik selama 30 tahun terakhir.
Sebagai informasi, perdagangan internasional limbah plastik mencapai puncaknya pada tahun 2014 dengan sebanyak 16 juta Metrik ton.
Perdagangan limbah ini bergerak terutama dari negara di bagian utara ke negara di bagian selatan.
Namun, pergerakan tersebut menimbulkan kekhawatiran dan berpotensi menciptakan ketidakadilan lingkungan.
Sebab, negara pengimpor justru menjadi "surga polusi" akibat regulasi lingkungan yang lemah dan infrastruktur limbah yang buruk membuat mereka tidak mampu menampung limbah impor, yang akhirnya mencemari lingkungan lokal mereka.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Perparah Polusi Plastik, Lebih Mudah Menyebar dan Berbahaya
Penelitian terbaru mengungkap negara dengan impor limbah plastik tinggi mengalami lonjakan sampah pesisir. Simak selengkapnya.Dalam studi yang diterbitkan di Ecological Economics ini, peneliti bekerja sama dengan The Ocean Conservancy, sebuah organisasi advokasi lingkungan non-pemerintah, yang melakukan acara pembersihan pantai skala global tahunan.
Para peneliti kemudian memperoleh data dari 90 negara mulai tahun 2003 hingga 2022. Mereka fokus pada botol plastik karena merupakan komoditas yang dapat didaur ulang, tidak seperti jenis limbah umum lainnya seperti puntung rokok dan bungkus makanan.
Para peneliti juga menggunakan basis data perdagangan global PBB untuk mengukur impor limbah plastik per negara dan per tahun.
Tak hanya itu, penelitian akademis juga dimanfaatkan untuk mengevaluasi tingkat pengelolaan sampah plastik yang buruk menurut negara.
Para peneliti menemukan, peningkatan dua kali lipat jumlah limbah plastik yang diimpor suatu negara dikaitkan dengan peningkatan enam persen dalam jumlah botol sampah yang dikumpulkan.
Lebih lanjut, negara-negara yang berjuang dengan sistem pengelolaan sampah yang buruk mengalami peningkatan sampah yang proporsional lebih tinggi.
Baca juga: Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Penelitian terbaru mengungkap negara dengan impor limbah plastik tinggi mengalami lonjakan sampah pesisir. Simak selengkapnya.Penelitian juga mencakup perubahan terkini dalam perdagangan limbah internasional, yang bergeser secara signifikan pada tahun 2017 ketika China melarang impor limbah plastik.
Negeri Tirai Bambu diketahui telah menjadi pasar utama untuk limbah plastik, dan perubahan kebijakan tersebut menyebabkan total impor plastik menurun sebesar 73 persen.
Sebagian sampah tersebut kemudian sampai ke negara lain, seperti Thailand dan Malaysia, lokasi impor plastik meningkat secara signifikan setelah larangan China.
Para peneliti mengamati apa yang terjadi pada sampah di negara-negara tersebut, dan menemukan bahwa peningkatan impor limbah plastik sebesar 1.000 ton dari tahun 2016 hingga 2017 dikaitkan dengan peningkatan 0,7 persen botol plastik yang berserakan.
"Singkatnya, kami menemukan bahwa impor limbah plastik menyebabkan peningkatan sampah di pesisir, dan kebijakan yang bertujuan untuk mengatur atau memastikan industri pengimpor mengikuti praktik terbaik akan berdampak," kata Taylor.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya