KOMPAS.com - Kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) periode Januari 2025-November 2025 mencapai lebih dari 15.000 kasus, berdasarkan kurasi CELIOS dari data media massa. Jika tak ditangani, CELIOS memproyeksi kenaikan kasus keracunan MBG menjadi lebih dari 22.000 kasus pada Juni 2026.
Jika data bulanan ditinjau lebih lanjut, kenaikan kasus keracunan MBG menggambarkan pola yang semakin mengkhawatirkan. Tepatnya, kasus meningkat dratis dari insiden kecil pada awal tahun 2025, menjadi ribuan korban sejak Agustus 2025 dan mencapai puncaknya bulan Oktober dengan 6.463 korban.
Baca juga:
Kenaikan kasus keracunan MBG disebut memperlihatkan adanya kegagalan sistemik dalam pengawasan keamanan pangan. Hal ini mengingat sebaran kasus menunjukkan bukan sekadar insiden terisolasi karena pola kejadian berulang tanpa perbaikan memadai.
"Implikasi dari berancunnya MBG ini, tentu saja ada biaya yang harus ditanggung oleh individu dan biaya yang harus ditanggung oleh jasa layanan kesehatan milik pemerintah, di-cover BPJS (Kesehatan) yang dari uang pajak masyarakat," ujar Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi Askar dalam webinar, Senin (15/12/2025).
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
MBG lauk ikan teri goreng di Banyuwangi yang menuai protes warga. Berdasarkan hasil perhitungan total biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat keracunan MBG, kerugian dalam bentuk beban ekonomi jauh lebih besar ketimbang biaya medis belaka.
Bahkan, dalam skenario paling konservatif atau tanpa rawat inap, kerugian akibat keracunan MBG mencapai hampir Rp 4 miliar. Khususnya, kerugian dari produktivitas yang hilang.
Sementara itu, dalam skenario dasar dengan presentase rawat inap sebesar 12 persen, total kerugian naik secara signifikan hingga Rp 8,4 miliar. Untuk skenario atas dengan persentase rawat inap sekitar 16 persen, total kerugian mencapai Rp 14 miliar.
Setiap peningkatan tingkat keparahan kasus keracuanan MBG berdampak pada semakin membengkaknya beban biaya secara eksponensial.
"Total biaya yang ditanggung masyarakat terkait keracunan MBG ini jumlahnya ternyata tidak sekecil yang kita bayangkan ya. Mesipun kelihatannya sederhana, tetapi masalah ini tidak hanya merugikan keuangan individu atau keluarga, tapi juga merugikan keuangan semua orang," jelas Media.
Temuan kerugian produktivitas yang lebih besar dibanding biaya medis menggarisbawahi dampak keracunan MBG bukan hanya membebani sistem kesehatan, tapi juga menggerus pendapatan keluarga dan menghambat pregerakan perekonomian di tingkat lokal.
Padahal, beban ekonomi dan biaya medis tersebut dapat dihindari melalui pengawasan mutu makanan, pelatihan higiene bagi penjamah, serta memperkuat sistem keamanan pangan.
Pencegahan kasus keracunan makanan berarti melindungi kesehatan anak, menjaga pendapatan keluarga, serta menghemat biaya publik yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Baca juga:
Seorang ibu rumah tangga menunggui anaknya yang diduga keracunan makanan dari MBG di Puskesmas Mantingan, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Kamis (4/12/2025).Kasus keracunan program MBG merupakan permasalahan yang bersifat sistemik sehingga membutuhkan evaluasi struktural secara menyeluruh sebelum kerugian yang ditimbulkan menjadi lebih besar.
CELIOS memproyeksikan kenaikan kasus keracunan program MBG dari 15.117 (perhitungan per 15 November 2025), menjadi 22.747 korban pada Juni 2026. Jadi, terjadi kenaikan sebanyak 7.630 korban atau bertambah 50,48 persen selama periode tujuh bulan.
Prediksi kenaikan kasus keracunan MBG tersebut berpotensi terjadi sesuai perkiraan jika pemerintah tidak segera membenahi sistem pengelolaan, pengawasan, sampai distribusi makanan dalam program ini.
"Banyak sekali yang keracunan MBG dan jumlahnya itu ribuan. Bahkan, kalau kami proyeksikan, kalau seandainya ini (tren kenaikan kasus keracunan) tidak dihentikan, maka akan semakin parah ke depannya," ucap Media.
Baca juga: Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya