KOMPAS.com - Penelitian terbaru menggunakan satelit untuk mendeteksi emisi metana dari sektor minyak, gas, dan batu bara di seluruh dunia.
"Informasi ini akan berguna untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi emisi metana, dan oleh karena itu, menyediakan informasi yang berguna untuk mengarahkan upaya mitigasi," kata lead author penelitian tersebut dari GHGSat Inc., Dylan Jervis, dilansir dari Space.com, Kamis (18/12/2025).
Baca juga:
Negara mana yang merupakan penyumbang emisi metana terbesar berdasarkan penelitian tersebut?
"Negara dengan emisi metana minyak dan gas terbesar adalah Turkmenistan, Amerika Serikat, Rusia, Meksiko, dan Kazakhstan, sedangkan negara dengan emisi batu bara terbesar adalah China dan Rusia," papar Jervis.
Emisi metana dari fasilitas minyak, gas, dan batu bara bertanggung jawab atas sebagian besar emisi gas rumah kaca (ERK) global, dilansir dari Science.org. Sumber-sumber penghasil emisi metana tersebut perlu diidentifikasi agar bisa dikurangi.
Metana dikenal pula sebagai penyumbang terbesar kedua terhadap pemanasan global yang disebabkan oleh manusia.
Sebagian besar emisi metana tersebut berasal dari sektor energi, sering kali dari "titik sumber" terkonsentrasi, seperti cerobong asap, ventilasi batu bara, dan tambang terbuka.
Para peneliti lantas menggunakan pengamatan beresolusi tinggi dari konstelasi satelit GHGSat untuk memetakan hingga ke tingkat fasilitas yang menghasilkan emisi metana, termasuk mengidentifikasi ribuan lokasi minyak, gas, dan batu bara individu yang melepaskan gas rumah kaca tersebut ke atmosfer bumi.
"Ini adalah perkiraan global pertama yang menggunakan grid untuk emisi metana tahunan berdasarkan pengukuran skala fasilitas, sebuah kemajuan dalam akuntansi berbasis pengukuran yang dimungkinkan oleh skala komprehensif konstelasi satelit GHGSat dalam mengukur metana di seluruh dunia," jelas Jervis.
Baca juga:
Penelitian berbasis satelit GHGSat memetakan fasilitas minyak, gas, dan batu bara penyumbang emisi metana global.Secara tradisional, para peneliti mengukur emisi metana dengan gabungan antara inventaris bottom-up (bawah-ke-atas), yang memperkirakan emisi berdasarkan aktivitas industri.
Namun, penghitungan ini sering melewatkan fluktuasi jangka pendek seperti kebocoran, dan pengukuran atmosfer top-down (atas-ke-bawah), yang mendeteksi konsentrasi metana secara langsung, tapi kurang memiliki resolusi untuk menentukan sumber spesifik secara tepat.
Kedua metode tersebut tidak ada yang mampu memberikan gambaran yang sangat presisi mengenai emisi metana global dari sektor energi.
Namun, konstelasi GHGSat menjembatani celah tersebut dengan menggabungkan resolusi spasial skala meter dengan cakupan global.
Dengan menganalisis data pengamatan GHGSat terhadap awan metana yang dikumpulkan pada tahun 2023, tim peneliti memperkirakan emisi metana tahunan dari 3.114 fasilitas minyak, gas, dan batu bara di seluruh dunia yang mencapai sekitar sembilan juta ton (8,3 juta ton metrik) per tahun.
Baca juga: Kulit, Cashmere, dan Wol Penyumbang Metana Terbesar Industri Fashion
Para peneliti juga melacak seberapa sering fasilitas individu memancarkan gumpalan metana yang terdeteksi, sebuah metrik yang mereka sebut persistensi.
Untuk mendapatkan estimasi metana paling akurat dan dapat ditindaklanjuti, survei mendetail seperti yang disediakan oleh GHGSat sangat krusial.
Itulah sebabnya GHGSat terus menambah jumlah konstelasi satelitnya. Dua satelit baru diluncurkan pada bulan Juni, dan dua lagi pada November sehingga total satelit perusahaan saat ini mencapai 14 unit.
Baca juga: Metana Tersembunyi dari Batu Bara Australia Dongkrak Emisi Baja hingga 15 Persen
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya