KOMPAS.com - Clean Air Asia menyampaikan, transisi dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), dapat mencegah 700.000 kematian dini pada 2060.
“Dengan adanya adopsi EV yang ambisius dan agresif hingga 100 persen, diperkirakan 36 persen kematian dini dapat dicegah setara dengan 700.000 jiwa, pada 2060," kata Direktur Clean Air Asia, Ririn Radiawati Kusuma dalam keterangannya, Kamis (18/12/2025).
Baca juga:
Menurut Ririn, apabila Indonesia tetap mempertahankan pasar kendaraan berbahan bakar fosil, emisi bakal meningkat lebih dari 160.000 metrik ton CO2 (karbon dioksida) pada 2060.
Sementara itu, konsentrasi PM 2,5 diproyeksikan mencapai 85 mikrogram per meter kubik yang berimbas pada risiko kematian hingga 1,8 juta jiwa per tahun.
"Proyeksi ini masih menghitung bahwa sumber listriknya masih menggunakan batu bara. Bayangkan, jika dibarengi dengan transisi energi bersih maka manfaatnya akan lebih besar,” tutur Ririn.
Kendati demikian, tren pemakaian kendaraan listrik di dalam negeri dinilai belum cukup signifikan.
Kendaraan listrik (EV) bisa mencegah kematian dini, tapi Indef menilai tren pemakaiannya masih belum signifikan.Head Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho mengatakan, mayoritas rumah tangga hanya mampu membeli mobil dengan harga di bawah Rp 200 juta.
Harga tersebut masih didominasi mobil berbahan bakar minyak. Artinya, kesenjangan daya beli menjadi salah satu penghambat penetrasi kendaraan listrik.
"Jika pemerintah ingin mendorong transisi ke kendaraan listrik yang lebih cepat, seharusnya ada dukungan yang diberikan kepada masyarakat Indonesia secara finansial, salah satunya dengan melanjutkan insentif,” jelas Andry.
Baca juga:
Kendaraan listrik (EV) bisa mencegah kematian dini, tapi Indef menilai tren pemakaiannya masih belum signifikan.Cukai emisi, kata Andry, bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan insentif EV, dengan asumsi cukai mulai dari 10-30 persen dari harga jual kendaraan.
Andry berpandangan, pengenaan cukai emisi menaikkan harga relatif kendaraan beremisi tinggi, mempersempit kesenjangan harga dengan kendaraan listrik, serta membiayai insentif kendaraan listrik tanpa menambah beban fiskal.
Berdasarkan perhitungan Indef, negara berpotensi meraup Rp 37,7 triliun per tahun dari cukai emisi.
“Untuk itu pemerintah perlu mereformasi undang-undang barang kena cukai dengan memasukkan aspek lingkungan, khususnya emisi dari kendaraan bermotor. Menurut saya, langkah ini cukup positif karena dapat meningkatkan penerimaan negara sekaligus menjadi political buy-in untuk penerapan cukai emisi ini,” jelas dia.
Di samping itu, pemerintah harus menetapkan definisi serta metodologi pengukuran emisi yang baku dalam satu standar resmi guna memberikan kepastian bagi industri dan konsumen.
“Terakhir, pemerintah perlu mengunci pengalokasian khusus dari penerimaan cukai tersebut agar masyarakat tidak mempertanyakan penggunaan penerimaan dari cukai ini," tutur Andry.
Misalnya, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membiayai insentif kendaraan listrik, internalisasi eksternalitas BBM dengan membiayai BPJS kesehatan terkait penyakit pernafasan, atau mendukung pembiayaan transportasi umum daerah.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya