Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metana Tersembunyi dari Batu Bara Australia Dongkrak Emisi Baja hingga 15 Persen

Kompas.com, 4 September 2025, 09:22 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Emisi metana (CH4) “tersembunyi” dari tambang batu bara Australia berpotensi memperburuk dampak iklim jangka pendek, meningkatkan jejak karbon industri baja global.

Analisis lembaga riset energi Ember mengungkapkan, emisi gas rumah kaca (GRK) yang tidak dilaporkan tambang batu bara Australia dapat menambah 6–15 persen emisi produsen baja terkemuka, seperti ArcelorMittal, Nippon Steel, dan POSCO. Hal ini terjadi karena perusahaan baja masih mengabaikan metana yang terkandung dalam pasokan batu bara mereka.

Australia, pengekspor batu bara kokas terbesar dunia, diperkirakan mengeluarkan 867 kiloton metana pada 2024, lebih besar daripada gabungan seluruh sektor minyak dan gas negara tersebut. Dengan intensitas 3–5 ton metana per kiloton batu bara, emisi tersembunyi ini bisa menambah 10–17 persen dampak iklim jangka pendek dari produksi baja.

Kurangnya pelaporan emisi membuat produsen baja tidak memiliki gambaran utuh tentang rantai pasokan mereka. Studi Ember terhadap tambang Hail Creek, salah satu yang paling kaya gas, menunjukkan skalanya. Sekitar 4,3 juta ton batu bara dari tambang ini dikirim ke pabrik baja besar sepanjang 2023–2024, menghasilkan emisi yang setara dengan metana dari 283.000 sapi potong dalam setahun.

“Produsen baja tidak dapat lagi mengabaikan dampak iklim dari batu bara yang mereka gunakan,” ujar Direktur Metana Tambang Batu Bara (Perubahan Iklim) Ember, Nishant Bhardwaj dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).

Baca juga: Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus

Menurut Bhardwaj, lebih dari separuh emisi metana tambang batu bara bisa dicegah dengan teknologi yang sudah ada. Namun, langkah ini hanya mungkin jika pembeli menuntut pemantauan, pelaporan transparan, dan pengurangan emisi dari pemasok.

“Tanpa transparansi di tingkat tambang, rencana dekarbonisasi mereka berisiko dibangun di atas informasi yang tidak lengkap," ucapnya.

Laporan Ember juga menyoroti dominasi tambang batu bara metalurgi dalam daftar penghasil emisi terbesar Australia.

Delapan dari sepuluh tambang dengan produksi gas terbanyak menghasilkan batu bara metalurgi. Tambang-tambang ini menyumbang lebih dari seperlima metana yang dilaporkan, meski hanya menghasilkan 3 persen dari total produksi batu bara nasional. Angka sebenarnya kemungkinan lebih besar karena pelaporan tidak lengkap.

Observatorium Emisi Metana Internasional UNEP menilai, mengatasi metana dari tambang batu bara adalah cara tercepat dan paling hemat biaya untuk menekan jejak sektor baja. Lebih dari separuh emisi ini bisa dipangkas dengan teknologi terjangkau, membuka peluang signifikan untuk pengurangan sebelum 2030.

Produksi baja dengan energi terbarukan tetap menjadi solusi utama menuju nol emisi pada 2050. Namun, tindakan segera mengurangi metana sekarang dianggap penting agar strategi iklim tidak dirusak oleh emisi tersembunyi.

“Penanganan metana tambang batu bara bukanlah alternatif transformasi, melainkan langkah awal yang krusial,” kata Bhardwaj.

Baca juga: Produksi Daging Sapi di Brasil Picu Kenaikan Emisi Metana

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau