Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan

Kompas.com, 23 Desember 2025, 21:18 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

KOMPAS.com – Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar pelatihan pembuatan nasi steril siap makan di Universitas Syah Kuala, Aceh, Selasa (23/12/2025). Pelatihan ini ditujukan untuk memperkuat kesiapsiagaan pangan dalam penanganan bencana, khususnya di wilayah rawan bencana.

Kegiatan tersebut merupakan hasil kerja sama antara IPB dan Universitas Syah Kuala (USK), serta diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari relawan, dosen, teknisi, dan mahasiswa USK.

Selain itu, pelatihan juga dihadiri dosen perguruan tinggi di Banda Aceh serta satuan tugas bencana dari Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC).

Baca juga: Akademisi IPB Sebut Hutan Adat Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca dan Krisis Iklim

Pelatihan ini menjadi bagian dari upaya transfer pengetahuan dari IPB kepada relawan dan kalangan akademisi di perguruan tinggi posko bencana. Tujuannya, agar penanganan bencana sekaligus pemulihan kesehatan masyarakat dapat dilakukan lebih cepat dan mandiri.

Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Tjahja Muhandri, mengatakan nasi steril siap makan merupakan solusi pangan yang aman dan praktis untuk situasi darurat.

“Pelatihan pembuatan nasi steril siap makan ini merupakan upaya untuk memastikan ketersediaan pangan yang aman dan praktis di kondisi darurat bencana,” ujar Tjahja.

Nasi steril inovasi IPB dikemas dalam bentuk pouch fleksibel yang tahan panas sehingga mudah dibawa dan didistribusikan ke lokasi terdampak. Produk tersebut juga dapat langsung dikonsumsi tanpa pemanasan, cukup dengan membuka kemasan.

Bahan baku nasi steril disesuaikan dengan ketersediaan di daerah setempat. Variannya pun beragam, mulai dari nasi liwet, nasi goreng, nasi uduk, hingga olahan lain sesuai kondisi lapangan dan selera masyarakat.

Menurut Tjahja, proses produksi nasi steril relatif sederhana dan tidak memerlukan biaya besar, sehingga memungkinkan perguruan tinggi posko bencana memproduksinya secara mandiri.

Baca juga: Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah

“Yang terpenting adalah proses sterilisasi. Prosedur yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB harus diikuti secara ketat, mulai dari formula, berat per kemasan, hingga tahapan prosesnya,” kata dia.

Ia menjelaskan, untuk menjaga mutu dan keamanan pangan, nasi steril disegel menggunakan mesin vakum dan disterilkan pada suhu 110 derajat Celsius selama 70 menit. Dengan proses tersebut, nasi steril dapat bertahan lebih dari satu tahun pada suhu ruang.

“Melalui pelatihan ini, kami berharap perguruan tinggi posko bencana dapat menyiapkan diri untuk memproduksi nasi steril secara mandiri dan berkontribusi dalam menjaga ketersediaan pangan di wilayah terdampak bencana,” ujar Tjahja.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau