Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/10/2023, 17:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Konferensi Internasional Kelima tentang Pengelolaan Bahan Kimia (ICCM5) di Bonn, Jerman, secara resmi mengadopsi kerangka kerja global komprehensif yang menetapkan target dan pedoman konkrit untuk sektor-sektor utama di seluruh siklus hidup bahan kimia.

Keputusan pun telah diambil untuk membuka pendanaan bagi implementasi kerangka kerja tersebut dari berbagai sumber.

Jerman, presiden ICCM5, menjanjikan 20 juta Euro atau ekuivalen Rp 326 miliar yang dikelola UNEP untuk mendandai implementasinya.

Dengan diadopsinya Kerangka Kerja Global tentang Bahan Kimia, polusi dan limbah kimia ini diakui setara dengan krisis perubahan iklim dan hilangnya alam serta keanekaragaman hayati.

Baca juga: PBB Sepakati Kerangka Kerja Baru Manajemen Bahan Kimia

Kerangka kerja ini merupakan hasil dari proses negosiasi internasional yang diikuti perwakilan dari pemerintah, sektor swasta, Organisasi Non-Pemerintah (NGO), organisasi antar-pemerintah, anak muda, dan akademisi guna menghasilkan keputusan bersejarah membentuk “Kerangka Kerja Global Bahan Kimia untuk Bumi” agar bebas dari bahaya bahan kimia dan limbah.

Mencakup 28 target, kerangka kerja ini menguraikan peta jalan bagi negara-negara dan pemangku kepentingan untuk secara kolaboratif mengatasi siklus hidup bahan kimia, termasuk produk dan limbah.

Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen menegaskan, setiap orang di planet ini harus dapat hidup dan bekerja tanpa takut jatuh sakit atau meninggal akibat paparan bahan kimia.

"Alam yang bebas dari polusi, harus mampu berkembang dan mendukung umat manusia selama ribuan tahun mendatang,” Andersen, Sabtu (30/9/2023).

Itulah sebabnya kerangka kerja ini memberikan visi untuk bumi yang bebas dari bahaya bahan kimia dan limbah, demi masa depan yang aman, sehat, dan berkelanjutan.

Baca juga: SBI Ikut Pulihkan Lahan Tercemar Limbah B3 di Indonesia

Kerangka kerja yang baru diadopsi ini menyerukan pencegahan perdagangan ilegal dan perdagangan bahan kimia dan limbah, penerapan kerangka hukum nasional, dan penghapusan pestisida yang sangat berbahaya di bidang pertanian pada tahun 2035.

Hal ini sekaligus menyerukan transisi ke bahan kimia alternatif yang lebih aman dan berkelanjutan, pengelolaan bahan kimia yang bertanggung jawab di berbagai sektor.

Termasuk industri, pertanian dan layanan kesehatan, serta peningkatan transparansi dan akses terhadap informasi mengenai bahan kimia dan risiko terkaitnya.

Andersen mendesak pemerintah, industri bahan kimia, dan semua orang yang terlibat untuk melakukan lebih dari apa yang telah disepakati guna melindungi manusia dan lingkungan.

“Implementasi yang lambat atau lemah akan kembali menghantui kita dalam bentuk lebih banyak kematian, lebih banyak serangan terhadap alam, dan lebih banyak kerugian ekonomi," tegasnya.

Baca juga: Daur Ulang Limbah Elektronik Lebih Rumit, Tapi Cuannya Segudang

Selain Kerangka Kerja Global tentang Bahan Kimia, peserta ICCM5 juga mengadopsi Deklarasi Bonn, yang di dalamnya terdapat komitmen untuk mencegah paparan bahan kimia berbahaya, dan menghapuskan bahan kimia yang paling berbahaya, serta meningkatkan pengelolaan yang aman dari bahan kimia tersebut di mana pun bahan kimia tersebut berada.

Mereka juga menyatakan keinginan untuk secara aktif mempromosikan dan mendukung transisi menuju ekonomi sirkular.

Termasuk melalui pengembangan alternatif dan pengganti bahan kimia dan non-kimia yang aman, yang melindungi kesehatan dan lingkungan, dan mengarah pada pengurangan limbah, daur ulang yang bebas dari bahan kimia berbahaya, dan pemanfaatan sumber daya yang efisien.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com