KOMPAS.com - Perubahan iklim bakal membuat penduduk dunia semakin miskin pada 2050.
Menurut penelitian Potsdam Institute of Climate Impact Research, pendapatan global rata-rata bakal berkurang 19 persen pada 2050 akibat cuaca ekstrem yang disebabkan perubahan iklim.
Hantaman finansial akibat perubahan iklim tak hanya berdampak terhadap pemerintah dan perusahaan besar, sebagaimana dilansir CNN, Rabu (17/4/2024).
Baca juga: Bukan Cloud Seeding, Banjir Bandang Dubai Disebabkan Perubahan Iklim
Para peneliti dalam studi tersebut menyampaikan, setiap orang di seluruh dunia bakal menanggung beban ekonomi karena perubahan iklim.
Perubahan iklim juga bisa membuat dunia boncos 38 triliun dollar AS atau sekitar Rp 614 kuadriliun per tahun pada 2050.
Kerugian tersebut disebabkan untuk mengongkosi berbagai dampak kerusakan akibat krisis iklim untuk berbagai sektor seperti pertanian, infrastruktur, produktivitas, dan kesehatan.
Estimasi kerugian tersebut hampir pasti akan meningkat karena aktivitas manusia menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca (GRK), penyebab utama krisis iklim.
Studi tersebut juga memperkirakan bahwa perubahan iklim akan mengurangi 17 persen produk domestik bruti (PDB) global pada pertengahan abad ini.
"Dampak-dampak ini tidak dapat dihindari karena tidak dapat dibedakan dalam berbagai skenario emisi di masa depan hingga tahun 2049," dua peneliti dari Potsdam Institute of Climate Impact Research, Maximilian Kotz dan Leonie Wenz, mengatakan kepada CNN.
Baca juga: Tinggi Muka Laut RI Naik Hingga 1,2 Sentimeter per Tahun karena Perubahan Iklim
Noah Diffenbaugh, seorang profesor dan peneliti lingkungan di Universitas Stanford, mengatakan kerusakan ekonomi akibat perubahan iklim akan terjadi dalam berbagai bentuk.
Peristiwa cuaca ekstrem tidak hanya mengakibatkan biaya perbaikan yang mahal pada properti yang rusak, namun peningkatan suhu juga dapat berdampak pada pertanian, produktivitas tenaga kerja, dan bahkan kemampuan kognitif dalam beberapa kasus.
Di sisi lain, dampak finansial dari krisis iklim tersebut tidak tersebar merata.
Diffenbaugh mengatakan, orang-orang miskin dan negara-negara miskin akan menjadi pihak yang paling nelangsa secara perekonomian akibat perubahan iklim.
"Kita mempunyai bukti jelas bahwa secara keseluruhan, masyarakat miskin lebih dirugikan. Itulah yang mungkin terjadi akibat pemanasan global yang sudah terjadi dan apa yang mungkin terjadi bahkan dalam skala kecil saja," jelas Diffenbaugh.
Baca juga: Brasil Hadapi Pemutihan Terumbu Karang Terparah akibat Perubahan Iklim
Dalam studi terbaru tersebut, Amerika Utara dan Eropa diperkirakan akan mengalami penurunan pendapatan sebesar 11 persen dalam 26 tahun ke depan.
Sedangkan Asia Selatan dan Afrika akan mengalami penurunan pendapatan sebesar 22 persen pada 2050.
Amerika Serikat (AS), yang secara historis merupakan negara penghasil polusi terbesar, akan menerima dampak ekonomi yang lebih kecil dibandingkan beberapa negara tetangganya, menurut studi tersebut.
Namun, negara tersebut juga tidak akan terhindar dari gangguan yang disebabkan oleh pemanasan global, terutama bagi generasi muda AS.
Baca juga: Krisis Iklim Bisa Bikin Dunia Boncos Rp 624 Kuadriliun, 30 Kali Lipat PDB Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya