KOMPAS.com - Tentu Anda kerap mendengar tentang limbah elektronik atau e-waste. Namun, sebelum kita membahas bagaimana limbah ini didaur ulang, ada baiknya mengetahui apa dan bagaimana pengertian limbah elektronik.
Limbah elektronik mengacu pada peralatan listrik yang dibuang. Setiap tahun, sekitar 50 juta ton hingga 60 juta ton limbah elektronik dihasilkan, setara dua atau tiga persen limbah global tahunan.
Namun meski kurang dari lima persen dari total limbah tahunan, kerusakan yang ditimbulkan oleh jumlah limbah ini terhadap kesehatan kita dan lingkungan dapat melebihi kekuatan destruktif dari gabungan semua limbah lainnya.
Baca juga: Menakar Investasi Daur Ulang Sampah di Indonesia
Hal ini karena limbah elektronik mengandung bahan beracun, seperti timbal, kadmium, dan berilium, setelah terkena radiasi sinar ultraviolet (UV) yang kuat atau menimbulkan korosi karena alasan fisik atau kimia lainnya.
Bahan beracun dilepaskan ke atmosfer, menyusup ke dalam tanah, dan mengalir ke badan air terdekat, memengaruhi kesehatan masyarakat.
Salah satu langkah penting untuk mengurangi limbah ini adalah dengan mendaur ulang. Mengapa penting? Karena daur ulang limbah elektronik membawa segala macam manfaat selain perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan.
Daur ulang limbah elektronik tidak hanya mencegah zat beracun masuk ke tubuh kita dan ke lingkungan, tetapi prosesnya juga mengurangi dampak lingkungan berbahaya yang ditimbulkan oleh ekstraksi dan penambangan bahan perawan.
Selain itu, potensi keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh dari industri ini sangat besar. Menurut The Straits Research, pasar daur ulang limbah elektronik global tercatat 56,56 miliar dollar AS atau ekuivalen Rp 859 triliun pada tahun 2021.
Baca juga: Menakar Investasi Daur Ulang Sampah di Indonesia
Angka ini bakal melonjak pada tahun 2030 menjadi 189,8 miliar dollar AS atau setara Rp 2.882 triliun. Tumbuh pada Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 14,4 persen selama periode perkiraan (2022-2030).
Namun, masih banyak masalah yang harus diatasi sebelum industri dapat mencapai kapasitas potensialnya.
Sebagian besar bahan penyusun komputer dan telepon pintar kita berasal dari mineral tak terbarukan; mendaur ulang bahan-bahan ini dapat mencegah pasokan barang-barang konsumen yang tak terelakkan dalam hidup kita ditangguhkan sampai substitusi ditemukan.
Meskipun dalam kasus tertentu, sumber daya tak terbarukan belum tentu langka, daur ulang mineral tak terbarukan tetapi umum masih memiliki manfaat ekonomi.
Misalnya, harga lithium, mineral yang tidak dapat diperbarui tetapi relatif umum yang hampir dapat ditemukan di mana-mana, sedang melambung tinggi.
Baca juga: Pasar Daur Ulang Tembus Rp 836 Triliun Dipicu 12 Faktor, Ini Daftarnya
Lithium banyak digunakan di berbagai industri, tetapi paling dikenal karena pentingnya dalam produksi baterai yang dapat diisi ulang untuk kendaraan listrik.
Perhatian publik yang meningkat pada kendaraan listrik sebagai cara untuk mendekarbonisasi transportasi membuat permintaan lithium melonjak.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya