KOMPAS.com – Transisi energi di Indonesia perlu mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan keadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Transisi energi juga bukan sekadar langkah teknis, melainkan kewajiban moral untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak yang sama dalam perubahan ini.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengatakan, ada tiga prinsip keadilan yang perlu diperhatikan dalam transisi energi di Indonesia.
Baca juga: Bukan Hanya Pemerintah, Generasi Muda Perlu Dilibatkan dalam Transisi Energi
Prinsip pertama adalah keadilan di tingkat lokal. Perlu pengamatan lebih dekat pihak mana saja yang mendapatkan manfaat langsung serta yang terdampak dari transisi energi di tingkat lokal.
“Misalnya, apakah masyarakat di sekitar pertambangan juga mendapatkan manfaatnya atau tidak,” ujar Citra, sapaannya, dikutip dari situs web IESR.
Prinsip kedua adalah keadilan dari perspektif kewenangan. Artinya, masyarakat perlu melihat bagaimana otoritas pemerintah setempat dalam mengelola transisi.
Hal ini berkaitan dengan kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.
Prinsip ketiga, keadilan dalam jangka panjang. Artinya, bagaimana masyarakat termasuk individu berperan dalam mengelola masa depan setelah berakhirnya industri penambangan, di mana kesejahteraan masyarakat perlu diperhatikan dan perekonomian juga harus tetap berjalan.
Baca juga: Dorong Transisi Energi, Pemerintah Rancang Pembiayaan Campuran
Selain itu, akses energi yang terjangkau, berkelanjutan, serta dapat diandalkan patut diperhatikan dalam proses transisi energi.
Ketidakstabilan pasokan energi dapat menjadi hambatan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu, dalam transisi energi, perlu dibangun sistem energi yang dapat diandalkan. Situasi tersebut melibatkan investasi dalam teknologi penyimpanan energi, jaringan distribusi yang handal, dan diversifikasi sumber daya energi.
“Untuk itu, transisi energi yang sukses memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat,” terang Citra.
Dia menambahkan, program pendidikan dan pelibatan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman tentang pentingnya akses energi yang terjangkau, berkelanjutan, dan dapat diandalkan.
Baca juga: Dampak Transisi Energi di Daerah Penghasil Batu Bara Perlu Diperhatikan
“Dengan memberdayakan komunitas untuk mengambil peran aktif dalam perubahan ini, dampak positif dapat dirasakan di tingkat lokal,” papar Citra.
Marlistya juga menekankan agar pemerintah melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas, misalnya masyarakat adat, perempuan, pemuda, dan kelompok marginal lainnya.
Selain itu, keterlibatan mereka juga perlu dipastikan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.
Kesetaraan dan inklusi sosial menjadi penting untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok masyarakat yang ditinggalkan dan kelompok rentan memiliki akses yang adil terhadap peluang yang diciptakan dalam transisi berkeadilan.
“Selain mengedepankan kebijakan berbasis bukti, perlu pula empati, pelibatan dalam proses pengambilan keputusan serta penerapan prinsip energi berkeadilan melalui pendekatan gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI),” tutur Citra.
Baca juga: Rancangan Dokumen JETP Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi Energi Berkadilan di Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya