Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elang Jawa Tinggal 511 Pasang, Butuh Aksi Nyata Konservasi Habitat

Kompas.com, 3 Juli 2025, 13:02 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Syartinilia Wijaya, mengatakan bahwa keberadaan elang jawa (Nisaetus bartelsi) merupakan penanda penting dari ekosistem yang seimbang dan sehat.

Ia menjelaskan, burung pemangsa endemik Indonesia ini sangat bergantung pada keberadaan hutan alami, terutama pohon-pohon tinggi yang digunakan sebagai tempat bersarang. Karena sifatnya yang sensitif terhadap perubahan lingkungan, elang jawa termasuk dalam kelompok raptor yang berperan sebagai indikator kerusakan ekosistem.

“Raptor merupakan spesies indikator yang sensitif terhadap disfungsi ekosistem. Karena itu, keberadaan mereka penting dalam studi ekologi dan pemantauan kondisi lingkungan,” kata Syartinilia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).

Namun, kondisi elang jawa saat ini berada dalam status yang mengkhawatirkan. Populasinya semakin terdesak oleh berbagai tekanan lingkungan, hingga dikategorikan sebagai spesies terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Di tingkat nasional, elang jawa juga masuk dalam daftar spesies prioritas konservasi melalui SK Dirjen PHKA No 200/IV/KKH/2015.

Baca juga: Menhut Raja Juli Lepas Liarkan Elang Jawa di Hutan Kamojang

Syartinilia mengungkapkan, populasi elang jawa kini diperkirakan hanya tersisa sekitar 511 pasang. Mereka tersebar di 74 petak habitat dengan total luas sekitar 10.804 kilometer persegi, atau sekitar 8,4 persen dari luas Pulau Jawa. Sayangnya, habitat tersebut semakin terfragmentasi akibat perburuan ilegal, perubahan iklim, serta tekanan dari aktivitas manusia.

Karena itu, ia menegaskan perlunya upaya konservasi yang menyasar tidak hanya spesiesnya, tetapi juga habitatnya secara utuh. Menurutnya, pelestarian elang jawa merupakan bagian penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan lanskap dalam pengelolaan konservasi.

“Konservasi elang jawa memerlukan manajemen multi-skala, lintas batas, dan adaptif terhadap perubahan,” ujarnya.

Baca juga: GEF Kucurkan Rp 683 Miliar untuk Program Konservasi Hutan Asia Tenggara-Pasifik

Syartinilia memproyeksikan bahwa tanpa intervensi nyata dan terintegrasi, luas habitat potensial elang jawa akan mengalami penurunan signifikan pada tahun 2050.

Untuk itu, ia merekomendasikan sejumlah langkah, di antaranya pemilihan skala spasial yang tepat dalam perencanaan konservasi, pengelolaan koridor habitat, serta adaptasi terhadap gangguan manusia dan perubahan iklim.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau