Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/05/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kawasan Asia Tenggara terutama negara-negara yang tergabung dalam ASEAN menjadi wilayah yang cerah bagi perekonomian dunia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, hal tersebut tak lepas dari permintaan domestik yang tinggi serta inflasi yang moderat.

Posisi fiskal juga relatif hati-hati, terutama bagi Indonesia, yang sedang menjalani konsolidasi fiskal pasca ekspansi di masa pandemi.

Baca juga: Merawat Bendungan di Tengah Krisis Iklim

Akan tetapi, ASEAN masih menghadapi tantangan ekonomi dan perubahan iklim.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan investasi keuangan yang besar dan operasi yang efektif.

Sri Mulyani menyampaikan, perubahan iklim bukan tanggung jawab satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama, sebagaimana dilansir Antara.

"Kita harus memobilisasi dan mengarahkan triliunan dolar AS untuk memerangi perubahan iklim dan mendorong pembangunan yang berketahanan," kata Sri Mulyani dalam Business Session Dewan Gubernur Asian Development Bank (ADB) di Tbilisi, Georgia, Minggu (5/5/2024).

Baca juga: Jadi Tuan Rumah KTT Iklim COP29, Azerbaijan Nyatakan Masih Investasi Gas Bumi

Pada kesempatan itu, Sri Mulyani menyampaikan apresiasi kepada ADB atas dukungan berkelanjutannya kepada Indonesia melalui kemitraan di berbagai bidang pembangunan.

Menurut dia, ADB terus berupaya mengatasi masalah perubahan iklim, kesehatan, kesetaraan gender, pendidikan, dan ketahanan pangan.

Sri Mulyani menuturkan, ADB juga harus bekerja sama dengan pemerintah, sektor swasta, filantropis, dan sumber keuangan lainnya untuk menciptakan pembiayaan campuran yang paling efektif.

Menkeu juga mendukung reformasi ADB agar menjadi bank pembangunan multilateral yang lebih besar, lebih baik, dan lebih efektif.

Baca juga: Perubahan Iklim Berpotensi Kuat Munculkan Pandemi

Lebih besar berarti memiliki kemampuan finansial yang lebih banyak melalui optimalisasi yang seimbang.

ADB telah meningkatkan komitmennya untuk menyediakan pembiayaan iklim senilai 100 miliar dollar AS bagi negara-negara berkembang anggotanya untuk periode 2019-2030.

Pembiayaan iklim tersebut diharapkan dapat bertemu dengan proyek-proyek iklim yang berkualitas dan efektif.

"Persoalannya kini lebih pada persiapan proyek yang berkualitas dan efektif," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Asia Jadi Benua Terdampak Bencana Iklim Paling Parah Sepanjang 2023

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com