KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perubahan iklim perlu diantisipasi melalui sistem kesehatan.
Pasalnya, perubahan iklim dapat mendatangkan penyakit menular yang berisiko mendatangkan pandemi serta penyakit tidak menular.
Budi menjelaskan, perubahan iklim dapat memicu penyakit menular karena adanya perubahan interaksi antara hewan dan manusia.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Eropa Memanas 2 Kali Lipat Dibanding Benua Lainnya
Menurutnya, semakin sering perubahan interaksi tersebut terjadi, maka akan semakin besar risiko terjadinya pandemi.
"Misalnya Asia bird flu dari dulu, kemudian ada covid katanya dari kelelawar," ujarnya usai acara penandatanganan komitmen kerja sama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jakarta, Senin (29/4/2024).
Dia menjelaskan, sebelum penyakit dari hewan-hewan tersebut tertular ke manusia, seharusnya hewan-hewan tersebut dideteksi patogennya, baik virus maupun bakteri, kemudian diteliti agar ada diagnosis, vaksin, serta obatnya.
Kalau dilakukan saat sudah tertular ke manusia, maka sudah telat dan biayanya lebih mahal, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Kemenkes: Perubahan Iklim Sebabkan Kasus DBD Naik di RI
Budi mengatakan, perubahan iklim mendorong perubahan perilaku hewan, contohnya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, setiap kali ada El Nino, angka kasus dengue naik.
"Dampaknya dari perubahan iklim, El Nino tadi hanya terjadi di daerah tropis. Mungkin bisa terjadi di daerah-daerah lain. Demam berat tadi hanya terjadi di Brasil, Indonesia, dan negara-negara Afrika, mungkin nanti bisa makin lama makin naik ke atas," tutur Budi.
Sedangkan untuk penyakit tidak menular, perubahan iklim dapat menyebabkan masalah gizi, karena menyebabkan kenaikan permukaan air laut, sehingga dataran menjadi lebih sempit, padahal jumlah manusia terus bertambah.
Kondisi tersebut menyebabkan lebih sedikit lahan untuk produksi makanan.
Baca juga: Anak dan Generasi Muda Rentan Terkena Dampak Perubahan Iklim
"Padahal jumlah manusia kan naik terus. Dulu manusia 100 tahun yang lalu mungkin cuma 4 miliar. Sekarang sudah 8 miliar. Itu kan perlu makan ya. Makan dan tanahnya makin sedikit," ucap Budi.
Contoh lainnya, kata Budi, adalah kanker kulit. Menurutnya, perubahan iklim dapat membuat lapisan ozon semakin tipis, sehingga radiasi matahari semakin tinggi.
Oleh karena itu, pihaknya bekerjasama dengan pihak seperti UNDP dan WHO untuk mempersiapkan sistem kesehatan guna menghadapi ancaman-ancaman tersebut.
Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Kecoak di Spanyol Bermutasi Jadi Lebih Kebal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya