Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Orangutan Tapanuli, Kerabat Dekat Manusia

Kompas.com, 7 Maret 2023, 14:57 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Sumber Kehati

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketika dinobatkan sebagai jenis baru pada tahun 2017, Orangutan Tapanuli atau pongo tapanuliensis, yang hidup di Ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara, resmi menemani dua jenis orangutan yang sudah ada di Indonesia, yaitu orangutan Sumatera (pongo abelii) dan orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus).

Menariknya, jenis ini hanya ada di Indonesia. Bukan sekadar penambah koleksi, orangutan tapanuli merupakan simbol dari kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia.

Manajer Program Ekosistem Kehutanan Yayasan Kehati Rio Rovihandono menuturkan, sebagai flagship species, orangutan tapanuli adalah simbol keanekaragaman hayati Indonesia, dan kebanggaan masyarakat Sumatera Utara.

Oleh karena itu diperlukan peningkatan kesadaran konservasi dan partisipasi semua pihak, khususnya generasi muda.

Baca juga: Krisis Iklim Dianggap Genting, Harus Jadi Prioritas Kampanye Pemilu 2024

"Sebagai satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, orangutan juga mempunyai potensi besar untuk menjadi asset keanekaragaman hayati dunia, karena keunikan dan kelangkaannya, serta keberadaannya yang diminati turis dan pencinta primata ,” ujar Rio dalam laman resmi Kehati yang dikutip Kompas.com, Selasa (7/3/2023).

Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre Fransisca Ariantiningsih menambahkan, penyadartahuan tentang orangutan tapanuli perlu dilakukan untuk mendukung upaya penyelamatan spesies ini.

Karena spesies ini, sebagaimana keanekaragaman hayati lainnya di Indonesia, memiliki fungsi dan peran tersendiri di ekosistem yang sangat penting. Terutama sebagai penyebar biji-bijian di hutan dan menjaga proses regenerasi hutan tropis di Batang Toru.

"Kepunahan mereka bukan tidak mungkin akan berdampak pada kelestarian ekosistem," ucap Fransisca.

Fungsi dan peran orangutan yang juga merupakan satwa primata ini menegaskan kembali dan sejalan tema Hari Primata Indonesia tahun 2023 yaitu “Setiap Primata itu berarti”. Tema ini diharapkan dapat menggugah manusia pentingnya keberadaan orangutan bagi kehidupan manusia.

Kondisi orangutan tapanuli menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) masuk ke dalam daftar satwa yang terancam punah (critically endangered).

Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2019- 2029 menyatakan jumlah populasi orangutan tapanuli sekitar 577-760 individu, di habitat seluas 1.051,32 kilometer persegi yang tersebar di Batang Toru Barat dan Batang Toru Timur.

Tekanan dan ancaman populasi orangutan tapanuli disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk areal perkebunan, pertanian, pemukiman, sarana dan prasarana pembangunan lain, serta penebangan ilegal yang menyebabkan luas dan kualitas habitat orangutan tapanuli terus berkurang.

Selain itu, konflik masyarakat dengan orangutan menjadi penyebab lain turunnya populasi orangutan tapanuli di habitatnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau