JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak muda dalam aksi Global Climate Strike (GCS) kembali melakukan aksi dan menyerukan tentang permasalahan krisis iklim yang semakin genting.
Di Jakarta, aksi global ini berlangsung dengan berjalan kaki dari Balai Kota DKI Jakarta ke Patung Kuda, Jumat (3/3/3032).
Dikutip dari laman Walhi, aksi serentak yang didukung lebih dari 69 komunitas muda berasal dari berbagai kota di Indonesia menuntut pemerintah untuk memprioritaskan kedaruratan krisis iklim pada tahun kampanye politik Pemilu 2024.
Pada GCS kali ini, tiga tuntutan diajukan kepada pemerintah agar segera menegakkan keadilan iklim, yakni Indonesia deklarasikan darurat iklim segera, keadilan iklim harus jadi agenda prioritas pada Pemilu 2024, dan generasi muda menolak solusi iklim palsu.
Baca juga: Emirates Daur Ulang Lebih dari 500.000 Kilogram Plastik Sepanjang 2022
Dalam tuntutan pertama, data dari sektor-sektor pembangunan telah menunjukan bahwa krisis iklim adalah permasalahan yang terbesar saat ini untuk umat manusia dan termasuk Indonesia.
Sudah selayaknya kegentingan ini menjadi kekhawatiran bersama dan pada saat yang sama menjadi peluang jika dilakukan dengan segera.
Pendeklarasian darurat iklim akan menjadi dasar dari setiap langkah pembangunan Indonesia dan menyelamatkan hak hidup rakyat Indonesia.
Deklarasi darurat iklim akan mempertegas tindakan adaptasi dan mitigasi bencana dampak perubahan iklim dari tingkat nasional hingga kota dan desa.
Kedua, jelang Pemilu 2024, anak-anak muda menuntut isu krisis iklim harus menjadi agenda prioritas pada seluruh rangkaian kampanye politik. Krisis iklim bukan hanya isu gimmick untuk menyenangkan anak muda, melainkan isu yang harus ada dalam setiap pembicaraan para politikus.
Isu krisis iklim tidak bisa dikotak-kotakan karena krisis iklim menyentuh seluruh sendi kehidupan. Anak muda akan menjadi saksi dan sekaligus penentu siapa politikus yang akan berpihak pada masa depan mereka.
Saat ini, banyak partai mencari suara dari anak muda. Bahkan, menjadikan anak muda sebagai calon legislatif. Namun, dari sisi komitmen terhadap lingkungan dan krisis iklim, masih jadi pertanyaan besar.
Padahal, anak muda sudah cukup kritis dan paham bahwa kerap kali komitmen hijau hanya dijadikan gimmick yang berbalut greenwashing dan youthwashing.
Tuntutan ketiga, anak-anak muda menegaskan bahwa mereka menolak solusi iklim palsu yang digadang-gadang pemerintah.
Aksi iklim, termasuk transisi energi, seharusnya dilakukan secara berkeadilan dan tanpa solusi yang menipu. Sejauh ini, solusi palsu dalam aksi iklim telah banyak merenggut ruang-ruang energi terbarukan yang adil dan bersih.
Mulai dari maladaptasi hingga berbagai teknologi yang hanya memperpanjang umur batubara pada agenda transisi energi berbalut tulisan hijau.
Tahun ini akan menjadi pertaruhan masa depan anak-anak muda Indonesia. Pemilu 2024 akan menjadi penentu siapa pemimpin Indonesia dalam kedaruratan iklim mendatang.
Generasi muda akan menjadi saksi, sekaligus menentukan apakah krisis iklim yang sedang kita alami bersama akan menjadi perhatian utama para politikus pada Pemilu 2024.
Sementara itu, World Meteorological Organizations (WMO) menyatakan, kenaikan suhu rata-rata bumi sudah mencapai 1.2°C dan pada delapan tahun terakhir tercatat sebagai tahun-tahun terpanas.
Kenaikan suhu global yang terjadi telah berdampak pada semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari sektor ekonomi, pangan, sosial hingga politik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya