JAKARTA, KOMPAS.com - Kesadaran para pelaku bisnis dalam menjalankan praktik dan kegiatan operasional untuk lebih mendukung kelestarian lingkungan, dan dampak positif pada kegiatan sosial, serta ekonomi masyarakat dalam dua dekade, mengalami peningkatan.
Kegiatan bisnis tidak hanya berorientasi kepada keuntungan ekonomi yang besar semata, namun lebih memerhatikan aspek sosial lingkungan.
Hal ini sesuai dengan Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau The 2030 Agenda for Sustainable Development (SDGs).
SDGs merupakan kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan.
Praktik SDGs juga haruslah berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.
Baca juga: Jelang Melantai di BEI, TBP Raih Status Taat Pengelolaan Lingkungan Hidup
SDGs diterapkan dengan prinsip-prinsip universal, integrasi, dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau “No-one Left Behind”.
Terdiri dari 17 Tujuan, SDGs dilakukan dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir akhir pada tahun 2015 lalu.
Salah satu perusahaan yang mendorong perubahan-perubahan ini adalah Harita Nickel, entitas Harita Group, yang membuka pertambangan dan hilirisasi terintegrasi, di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Untuk tiga tujuan tersebut, Department Head of Community Affairs and Land Management Latif Supriyadi menuturkan, Harita melakukan pembinaan di bidang pertanian, perikanan, dan kelompok UMKM Wanita.
Secara rinci, pembinaan di bidang pertanian secara terus menerus diberikan terhadap 15 kelompok tani, 285 petani penyediaan input, pelatihan, dan akses pasar.
Baca juga: Raksasa Otomotif Amerika Bangun Smelter Ramah Lingkungan di Indonesia
"Kami melaksanakan sejumlah program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) yang berdampak multiganda pada kehidupan ekonomi masyarakat di Pulau Obi dan sekitarnya. Sehingga tercipta rantai pasok yang berkesinambungan," tutur Latif.
Terdapat kelompok Sentra Ketahanan Pangan Obi (Sentani) yang telah memproduksi 5,3 ton padi per hektar dari total lahan 12 hektar yang digarap.
Kemudian kelompok Akelamo Jaya Group yang memproduksi pertanian hortikultura melalui budidaya kacang panjang, cabai, dan tomat.
Selanjutnya Obi Sehati yang merupakan sentra holtikultura dan agribisnis tanggap iklim dengan budidaya semangka dan melon.
Baca juga: Harita Produksi Batako Ramah Lingkungan dari Limbah Nikel
Berikutnya Inisiasi Model Peternakan Progresif (Impresif) yang melakukan budidaya bebek, tomat, dan cabai rawit.
Rumah Usaha Tangguh Ekonomi dengan budidaya dan produksi tempe dan tahu, Salam Kawasi yang merupakan Pusat Pengembangan Pertanian Terpadu.
Di bidang perikanan, Harita mendorong pembentukan sekaligus pembinaan terhadap kelompok Media Inisiasi dan Aktivasi Kewirausahaan Ikan Tawar atau Mina Kita, serta pengembangan perikanan serta pengolahan ikan.
Sedangkan di bidang UMKM Wanita, Perusahaan mendukung berdirinya HOP Mart dan Nyala Cafe yang melibatkan 31 Anggota Obi Snack Group dengan omzet Rp 15 juta per hari dari 15 anggota.
"Dari kegiatan pengembangan ekonomi ini, telah membuka 574 lapangan pekerjaan yang melibatkan 63 pemasok lokal dan menghasilkan transaksi Rp 8 miliar per bulan," ungkap Latif.
Kedua fasilitas tersebut hadir untuk mendukung amanat hilirisasi dari Pemerintah dengan memanfaatkan hasil tambang nikel dari PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS).
Melalui Halmahera Persada Lygend (HPAL), Harita Nickel menjadi yang pertama di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi high pressure acid lead.
Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi produk bernilai strategis, yaitu mixed hydroxide precipitate (MHP).
Baca juga: Program PPM Harita Nickel Hasilkan Transaksi Rp 8 Miliar Per Bulan
Dengan tahap proses berikutnya yang juga sedang dikembangkan oleh Harita Nickel, MHP akan diolah lebih lanjut menjadi Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat (CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Dalam perkembangkan aktualnya, entitas Harita yakni PT TPB melaksanakan initial public offering (IPO) dengan nilai emisi Rp 9,7 triliun.
PT TBP akan melepas sebanyak-banyaknya 12,1 lembar miliar saham atau setara dengan maksimal 18 persen dari modal ditempatkan dan disetor ke publik setelah IPO dengan nilai nominal Rp 1.250 per saham.
Penawaran awal atau book building saham ini dimulai pada 15-24 Maret 2023, dengan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditargetkan terlaksana pada 12 April 2023.
Lewat aksi korporasi itu perseroan akan menggunakan dana IPO untuk mendukung penyelesaian konstruksi proyek, menambah kapasitas produksi, melunasi sebagian pinjaman perseroan, serta tambahan modal kerja perseroan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya