Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NTT Optimistis Persentase Anak Stunting Turun di Bawah Target Nasional

Kompas.com - 17/05/2023, 22:55 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan penurunan jumlah anak stunting setiap tahunnya.

Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT Ruth D Laiskodat mengatakan, persentase anak stunting di NTT hingga Februari 2023 adalah 15,7 persen atau 67.538 anak.

Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan 2022 yaitu 17,7 persen atau 77.338 anak. Penurunan terjadi setiap tahun di mana angka stunting sempat mencapai 35,4 persen atau 81.434 balita pada 2018.

Baca juga: 3 Provinsi Ini Alami Penurunan Stunting Balita Paling Besar

Data tersebut didasarkan pada laporan aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) terhadap 22 kabupaten dan kota di NTT.

Bila dibandingkan, laporan anak stunting tersebut berbeda dengan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yaitu sebesar 35,4 persen.

SSGI melakukan survei kepada populasi sampel sebanyak 334.848 balita yang tersebar di 486 kota di 33 provinsi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah survei.

Ruth menyampaikan, data stunting yang digunakan oleh Pemerintah Provinsi NTT adalah e-PPGBM karena didasarkan pada sensus, bukan survei.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 22 Agustus 2022, e-PPGM adalah pendataan berdasarkan penimbangan dan pengukuran balita di pos pelayanan terpadu.

Baca juga: 21,6 Persen Balita di Indonesia Stunting pada 2022, NTT Paling Banyak

“Kami memilih untuk berjuang agar anak-anak harus dibawa untuk ditimbang, maka kami pakai e-PPGM,” kata Ruth saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (17/5/2023).

Ruth membagikan data jumlah balita yang ditimbang dan diukur di NTT bahwa persentasenya mencapai 98,8 persen atau 435.173 dari 430.145 balita hingga Februari 2023.

Meski persentase balita stunting secara keseluruhan di NTT 15,7 persen, masih ada tiga kabupaten yang memiliki persentase balita stunting di atas 20 persen hingga Februari 2023.

Ketiga kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan dengan 24,1 persen atau 9.931 balita stunting, Kabupaten Sumba Barat Daya dengan 24 persen atau 7.737 balita stunting, dan Timor Tengah Utara dengan 24,3 persen atau 5.125 balita stunting.

Ketiga kabupaten ini juga secara berturut-turut menjadi kabupaten dengan persentase anak stunting paling banyak di NTT, disusul Kota Kupang dengan 19 persen atau 4.543 balita stunting dan Kabupaten Kupang dengan 16,2 persen atau 4.889  balita stunting.

Baca juga: 44 Persen Balita di Sumba Barat Daya Stunting karena Krisis Air Bersih

Target penurunan

Ilustrasi anak.Shutterstock/Yuganov Konstantin Ilustrasi anak.

Pemerintah Pusat menargetkan agar persentase balita stunting di Indonesia adalah 14 persen pada 2024.

Di sisi lain, Ruth menuturkan bahwa berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTT, persentase anak stunting di provinsi tersebut ditargetkan 12 persen pada 2023.

Dia optimistis target RPJMD tersebut dapat tercapai mengingat penurunan anak stunting di NTT rata-rata 4,4 persen setiap tahunnya.

Apalagi, NTT juga mendapatkan berbagai bantuan dari berbagai pihak dan sejumlah lembaga kemanusiaan untuk menurunkan angka stunting di sana.

Baca juga: Kepala BKKBN: Angka Stunting di Indonesia Turun Jadi 21,6 Persen

“Kami sedang berusaha untuk penanganan (kasus) anak-anak balita gizi kurang, gizi buruk, berat badan tidak naik. Stunting baru tidak boleh ada, stunting lama bisa dibantu keluar dari statusnya,” ujar Ruth.

Berdasarkan status gizinya, anak stunting di NTT 81,3 persen mengonsumsi karbohidrat. Akan tetapi dari persentase tersebut, 87,7 persennya mengonsumsi karbohidrat dengan porsi yang kurang dari kebutuhan.

58,6 persen balita stunting di NTT sudah mengonsumsi protein hewani. Dari persentase itu, 10,4 persen di antaranya mengonsumsi protein hewani dengan porsi yang masih kurang dari kebutuhan.

Di sisi lain, sebanyak 75,4 persen anak stunting di NTT tidak mengkonsumsi lauk nabati.

Baca juga: Atasi Stunting, Pemkab Nunukan Kucurkan APBD Bantuan Makanan Bergizi

Koordinasi lintas sektor

Ilustrasi stunting.Shutterstock/Pizza Stereo Ilustrasi stunting.

Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT menangani anak stunting dengan berbagai intervensi serta kampanye makanan bergizi.

Contoh dari intervensi yang dilakukan adalah pemberian edukasi dan suplemen untuk ibu menyusui dan balita, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronik (KEK), intervensi spesifik untuk bayi gizi buruk dan gizi kurang, hingga kampanye aksi bergizi bagi remaja putri.

Ruth menyampaikan, Pemerintah Provinsi NTT menggelar rapat koordinasi sebanyak dua kali dalam setahun dengan melibatkan bupati atau wali kota se-provinsi dan OPD terkait untuk aksi penanganan stunting.

Ruth menuturkan, 30 persen penanganan stunting dilakukan oleh Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT seperti program intervensi, kampanye makanan bergizi, pemantauan timbangan balita, dan lain-lain.

Sisanya, yaitu 70 persen, adalah strategi pencegahan sensitif yang bisa dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) atau pihak lain yang ingin membantu. Maka, penanganan stunting memang memerlukan koordinasi lintas sektor.

Baca juga: Ribuan Anak di Kota Jayapura Menderita Stunting

“70 persen sisanya namanya strategi pencegahan sensitif. Salah satunya air bersih, tidak boleh buang air besar (BAB) sembarangan, pangan harus untuk anak-anak. Nah itu dilakukan oleh OPD yang lain,” ujar Ruth.

“Sehingga saya sampaikan, rapat koordinasi yang dipimpin langsung gubernur mengatasi hal-hal ini,” sambungnya.

Dia mencontohkan, daerah dengan jumlah anak stunting yang banyak akan diberikan sejumlah bantuan dari OPD atau pihak lain sepeti bibit sayur, ternak, ternak kecil, ternak besar, prioritas untuk pembangunan air bersih, dan pembangunan jamban layak.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Penanganan dan Pencegahan Stunting Provinsi NTT Sarah Lery Mboeik mengatakan bahwa air bersih dan sanitasi dan layak juga penting untuk menyelesaikan stunting.

Sarah mencontohkan, di Kota Kupang, penyebab stunting selain kemiskinan adalah anak-anak yang cacingan.

Sehingga, ketika makanan yang masuk ke tubuh, gizinya semakin berkurang. “Penyebab cacingan karena sanitasi buruk dan pasokan air bersih yang kurang,” ujar dia sebagaimana dilansir Kompas.com, 3 April 2023.

Baca juga: Dinkes Sebut 20,65 persen Anak di Kota Jayapura Alami Stunting

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com