Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Timur Punya Potensi Energi Terbarukan Jumbo, Investasi Bisa Capai 40 Miliar Dollar AS

Kompas.com, 31 Mei 2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Potensi energi terbarukan di luar Jawa dan Bali dinilai sangat besar, terutama di wilayah Indonesia timur.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan, pengembangan energi terbarukan di luar Jawa dan Bali memiliki peluang yang sangat besar.

Bila potensi energi terbarukan di luar Jawa dan Bali dioptimalkan, bisa menyumbang sampai 70 persen dari bauran energi terbarukan di Indonesia.

Baca juga: Potensi Energi Terbarukan Jawa Tengah

"Terutama di Indonesia timur seperti Papua, NTT (Nusa Tenggara Timur), Sulawesi, masih banyak peluang untuk melakukan investasi," kata Artur dalam peluncuran laporan Delivering Indonesia’s Power Sector Transition oleh lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta pada Selasa (30/5/2023).

Dia menambahkan, investasi energi terbarukan di luar Jawa dan Bali diprediksi bisa mencapai antara 20 miliar dollar AS hingga 40 miliar dollar AS pada 2060.

Di sisi lain, potensi pengembangan energi terbarukan di Jawa dan Bali tinggal sedikit, antara 16 persen hingga 17 persen dari bauran energi terbarukan.

Dengan adanya potensi sebesar itu, perlu terobosan visi untuk skema transisi energi supaya tercipta industri dan lanskap baru yang saling menguntungkan.

Baca juga: Laporan Keberlanjutan 2022 Antar Multi Bintang Dekati 100 Persen Energi Terbarukan

Urgensi pengembangan energi terbarukan di Indonesia terus digaungkan oleh berbagai pihak demi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai emisi nol karbon atau net zero emission (NZE) yang lebih ambisius.

Terutama setelah Indonesia mendapatkan sejumlah skema pendanaan, salah satunya Just Energy Transition Partnership (JETP).

Pendanaan JETP bertujuan untuk mencapai target emisi puncak dari sektor ketenagalistrikan sebesar 290 juta metrik ton karbon dioksida pada 2030 dan mencapai kontribusi energi terbarukan terhadap bauran energi primer sebesar 34 persen pada 2030.

Selain itu, JETP menargetkan sektor ketenagalistrikan mencapai NZE pada 2050, lebih cepat 10 tahun dari target Indonesia sebelumnya yaitu 2060.

Untuk mencapai target tersebut, sorotan utama diarahkan pada pengakhiran dan pembatalan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar.

Baca juga: Potensi Energi Terbarukan di Indonesia dan Pengembangannya

Direktur IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pembatalan proyek PLTU batu bara menjadi cara paling cerdas untuk memangkas emisi GRK di Indonesia.

Dia menuturkan, setidaknya ada tiga alasan kuat mengapa pembatalan proyek PLTU batu bara efektif untuk memangkas emisi GRK.

Pertama, pembatalan proyek PLTU batu bara tidak akan mengganggu ketahanan energi dan keterjangakauan energi listrik.

Kedua, cara paling murah dibandingkan intervensi lain untuk mengurangi emisi GRK dari PLTU batu bara seperti co-firing atau pencampuran dengan biomassa dan pensiun dini pembangkit yang ada.

Ketiga, memberikan PT PLN kesempatan mengembangan energi terbarukan dan mengurangi biaya sistem ketenagalistrikan.

Baca juga: Cari Investor untuk Energi Terbarukan, Ridwan Kamil Terbang ke Amerika Serikat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau