Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nairobi, Satu-satunya Ibu Kota di Dunia yang Punya Taman Nasional Satwa Liar

Kompas.com, 19 Juni 2023, 08:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa tak tahu Nairobi? Tak seperti kota-kota lain di Afrika yang panas dan kering, ibu kota Kenya ini justru sejuk, rindang, sarat pepohonan, dan banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH).

RTH Nairobi tersebut menghampar seluas 117 kilometer persegi dan menjadikannya sebagai satu-satunya ibu kota di dunia yang memiliki taman nasional di tengahnya.

Taman ini merupakan cagar alam sekaligus surga bagi satwa liar, termasuk singa, badak, jerapah, kerbau, dan berbagai spesies antelop.

Namun kini, Taman Nasional Nairobi menghadapi segudang ancaman, termasuk polusi, konflik manusia-satwa liar, pembangunan infrastruktur, dan perburuan liar.

Baca juga: 6 Taman Nasional Indonesia yang Jadi Situs Warisan Dunia UNESCO

Nairobi sendiri beken dijuluki "Kota Hijau di tengah terik Matahari", karena iklimnya yang menyenangkan dan banyaknya RTH.

"Nairobi pantas mendapatkan nama itu karena sarat dengan RTH dan penuh dengan keanekaragaman hayati. Tetapi saat ini berada di bawah ancaman besar," kata Nickson Otieno dari Niko Green, sebuah perusahaan konsultan keberlanjutan.

Dia menyebut, beberapa waktu lalu ada insiden singa berkeliaran di tengah-tengah perkotaan. Insiden ini menurut Niko adalah sebuah ancaman besar.

Insiden singa berkeliaran di tengah kota menunjukkan bahwa masyarakat harus memikirkan kembali bagaimana hidup berdampingan dengan satwa liar, dan mengembangkan infrastruktur, seraya bersamaan melestarikan kekayaan alam yang dimiliki sebagai sebuah kota.

Kini, memang sudah ada jalur kereta yang melintasi taman nasional ini dan saat kota berkembang, habitat manusia semakin merambah ke ruang yang diperuntukkan bagi satwa liar. Beberapa pohon juga ditebang untuk pembangunan gedung.

Baca juga: 7 Taman Nasional Indonesia yang Masuk ASEAN Heritage Park

Alhasil, ada banyak pendapat pro dan kontra terkait nasib keberadaan taman nasional di tengah kota ini.

Sebagian pihak mengusulkan Taman Nasional Nairobi ini dipagari saja, layaknya kebun binatang, agar satwa liar tidak mengganggu manusia.

Namun, tentu saja pendapat ini ditentang pecinta lingkungan hidup, bahwa pagar merupakan ide yang sangat buruk. 

"Mengubah taman nasional menjadi kebun binatang adalah mimpi buruk genetik karena Anda tidak memiliki pergerakan permainan keluar, berinteraksi dan berkembang biak dengan spesies terbaru di luar, membawa gen baru kembali ke taman, itu akan mengunci semuanya," ujar para pecinta lingkungan.

Lepas dari pro-kontra itu, apa sebetulnya manfaat taman nasional di tengah kota?

Salah satunya adalah suhu sejuk sepanjang tahun. Dan ini dinikmati penduduk Nairobi, karena taman nasional ini berada di ketinggian 1.795 meter di atas permukaan laut.

Baca juga: Daftar Lengkap 54 Taman Nasional di Indonesia

"[Di Kenya], jaringan kami sangat hijau karena kami mengambil sebagian besar listrik kami dari tenaga air dan panas bumi," kata Nickson.

Cuaca cerah berarti ada cahaya alami yang baik sehingga kebutuhan energi untuk penerangan berkurang. Nickson menyarankan mereka juga harus memanfaatkan ini untuk memberi daya pada bangunan kota.

"Di sini kami memiliki lingkungan di tengah kota di mana udaranya tidak tercemar, tinggal di pinggiran, di sisi selatan adalah surga karena Anda tidak menghirup semua omong kosong dan sampah, kebisingan dan semua yang lainnya," jelas Nickson.

Penelitian telah menunjukkan bahwa keteduhan pohon dewasa juga membantu mengurangi “pulau panas” yang berbahaya, terutama di lingkungan miskin.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Pemerintah
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Pemerintah
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
LSM/Figur
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
Pemerintah
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Pemerintah
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau