Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Terapkan Pajak Karbon, Produk Indonesia Bakal Sulit Bersaing

Kompas.com, 14 Juli 2023, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Dunia tengah fokus menerapkan pajak karbon. Jika Indonesia ketinggalan, produk yang dihasilkan akan sulit untuk berkompetisi secara harga.

Penerapan pajak karbon menjadi salah satu upaya dunia untuk mengurangi emisi dalam melawan perubahan iklim.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, wacana penerapan pajak karbon di dunia sebagai salah satu cara untuk menekan emisi bisa menjadi momentum tepat.

Baca juga: Pemda Diminta Kawal Tata Kelola Lingkungan Guna Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon

Arifin menuturkan, saat ini masih banyak industri di Indonesia yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara atau minyak.

Situasi tersebut menjadi catatan khusus agar upaya mendorong produktivitas industri domestik jangan sampai memberikan dampak serius terhadap lingkungan.

Dia menilai, jika tidak ada upaya yang signifikan, maka Indonesia bisa terkena sendiri dampaknya.

Penerapan pajak karbon yang kini sedang direncanakan secara global dipastikan akan berpengaruh kepada persaingan produk Indonesia.

Baca juga: Tiga Provinsi Jadi Model Pembangunan Rendah Karbon, Ini Daftarnya

“Kami menganggap ancaman yang paling besar adalah justru jika diterapkan praktik carbon mechanism secara global, akan ada pajak karbon yang disepakati seluruh negara,” kata Arifin sebagaimana dilansir dari situs web Kementerian ESDM, Rabu (12/7/2023).

Arifin mencontohkan, negara-negara di kawasan Skandinavia sudah menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisinya.

Jika ketinggalan dalam upaya mengurangi emisi, dampaknya adalah produk yang dihasilkan akan menjadi tidak kompetitif di pasar internasional.

“Akibatnya industri yang menggunakan energi fosil akan terkena pajak. Itu akan menyebabkan tidak kompetitifnya produksi kita di pasar internasional,” jelas Arifin.

Baca juga: Pengurangan Emisi Karbon Jadi Bagian Penghargaan Thomas Alva Edison

Arifin mengatakan, teknologi penangkap dan penyimpanan karbon atau carbon capture utilization and storage (CCUS) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan emisi dari penggunaan energi di Indonesia.

Terlebih lagi, ada kajian yang menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan atau reservoir untuk menyimpan karbon dioksida mencapai 400 gigaton.

“Kita harus mendorong energi bersih. Kita harus bisa memanfaatkan sumber-sumber dalam negeri kita untuk mengurangi karbon,” ujar Arifin.

Menurut Arifin, kondisi tersebut sudah disadari oleh para pemain besar dunia. Contohnya Exxon, BP, hingga Chevron sedang melakukan kajian untuk menerapkan CCUS di Indonesia.

Baca juga: Emisi Karbon Sektor Energi Baru Terpangkas 95 Juta Ton

Tertunda

Pajak karbon di Indonesia sejatinya sudah harus diterapkan sejak 2022. Akan tetapi, pelaksanaannya molor hingga sekarang.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 27 Juni 2022, pemerintah kembali membatalkan alias menunda penerapan pajak karbon pada Juli 2022. Penundaan ini menjadi yang kedua kalinya pada tahun 2022.

Sejatinya, pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022. Namun, kebijakan itu ditunda dan rencananya bakal berlaku pada Juli 2022. Sayangnya, kebijakan ini kembali molor dan belum dipastikan lagi kelanjutannya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala itu mengungkapkan, penerapan pajak karbon akan melihat waktu yang tepat baik dari domestik maupun global.

Pasalnya, saat itu beberapa negara tengah bertarung dengan krisis energi akibat kenaikan harga minyak mentah.

Baca juga: Pasang PLTS Atap, Bluebird Siap Reduksi 2.000 Ton Emisi Karbon Per Tahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Pemerintah
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Pemerintah
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
BrandzView
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
Pemerintah
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Pemerintah
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Pemerintah
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
LSM/Figur
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Pemerintah
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Pemerintah
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Pemerintah
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
LSM/Figur
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Pemerintah
CELIOS: RI Terlalu 'Jualan' Hutan dan Laut di KTT COP30
CELIOS: RI Terlalu "Jualan" Hutan dan Laut di KTT COP30
LSM/Figur
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau