KOMPAS.com – Meski terpisah ribuan kilometer jauhnya, Amerika Serikat (AS) dan China dalam beberapa waktu terakhir mengalami kondisi yang sama: panas ekstrem yang sangat menyengat. Alarm krisis iklim semakin berbunyi kencang.
AS dan China mengalami panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim. Situasi ini turut memicu kekhawatiran terhadap kesehatan masyarakat, pertanian, dan pembangkit listrik.
Baca juga: Menuju COP28, Menanti KTT Iklim yang Ambisius
Pada Senin (17/7/2023), Desa Sanbao di Provinsi Xinjiang, China, mengalami panas yang ekstrem. Tercatat, suhu di sama mencapai 52,2 derajat celsius.
Panas ekstrem yang terjadi di Sanbao pada Senin mengalahkan rekor sebelumnya yaitu 50,3 derajat celsius pada 2015 di dekat desa tersebut, di provinsi yang sama, sebagaimana dilansir Earth.org.
Media lokal memprediksi, suhu panas akan bertahan setidaknya lima hari. Otoritas setempat juga mengeluarkan peringatan suhu tinggi di beberapa kota.
Sebelumnya, Ibu Kota China, Beijing, juga mengalami musim panas paling intens. Suhu meroket melampaui 40 derajat celsius selama berminggu-minggu.
Bulan lalu, Beijing dilanda suhu ekstrem. Suhu di sana melonjak hingga 41,1 serajat celsius, suhu tertinggi kedua yang tercatat sejak dokumentasi cuaca dimulai di sana pada 1961.
Baca juga: Pekan Pertama Juli Pecahkan Rekor Terpanas, Alarm Krisis Iklim Makin Nyaring
Selain China, AS juga mengalami gelombang panas panjang yang berkobar di beberapa negara bagian.
Negara Bagian California mengalami heat dome alias kubah panas yang panjang. Heat dome adalah fenomena di mana massa udara kering dan panas yang mengendap di suatu area untuk jangka waktu yang lama.
Hal tersebut menciptakan semacam cungkup atau kubah yang mempertahankan panas di permukaan wilayah itu.
Pada Minggu (16/7/2023), Death Valley mencatat suhu 53,9 derajat celsius, mendekati suhu terpanas yang pernah tercatat di Bumi yakni 56,7 derajat celsius di lokasi yang sama lebih dari seabad lalu.
Situasi tersebut diproyeksikan akan bertahan hingga pekan depan, saat kubah panas berpindah ke negara bagian AS wilayah Barat dari Texas.
Texas sendiri telah mengalami panas yang hebat selama tiga pekan berturut-turut hingga menyebabkan pemadaman listrik di ribuan rumah karena jaringan listriknya tersendat.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Hujan Makin Lebat dan Cuaca Ekstrem, Bencana Mengintai
Dunia telah memanas sebesar 1,1 derajat celsius sejak Revolusi Industri. Pemicu utamanya adalah memicu pembakaran bahan bakar fosil, sumber utama emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.
Tingginya emisi GRK yang lepas ke atmosfer memerangkap lebih banyak panas matahari di Bumi hingga memicu perubahan iklim.
Perubahan iklim membuat pola cuaca menjadi kacau. Intensitas dan frekuensi suatu fenomena menjadi meningkat.
Contohnya, panas menjadi sangat ganas dan hujan menjadi semakin lebat seperti yang telah terjadi di berbagai belahan dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Dampak Jangka Panjang Perubahan Iklim Berdasarkan Benua
Menurut sebuah studi tahun 2023 oleh World Weather Attribution (WWA), perubahan iklim membuat gelombang panas setidaknya 30 kali lebih mungkin terjadi di Asia.
Pada April, Thailand mencatat hari terpanas dengan 45,5 derajat celsius. Di bulan yang sama, India mengalami suhu panas hingga 44 derajat celsius.
Dalam laporan terbaru yang diterbitkan awal tahun ini, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan bahwa kenaikan suhu 1,5 derajat celsius sangat mungkin terjadi.
Dan baru bulan lalu, para ahli memperingatkan bahwa tingkat emisi GRK berada pada titik tertinggi dalam sejarah, 50 persen lebih tinggi dari tingkat pra-industri.
Terjadinya gelombang panas tidak hanya terbatas di AS dan Asia. Bulan lalu, Juni, adalah bulan terhangat yang pernah tercatat secara global.
Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya