Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Air Isi Ulang Berpotensi Meningkatkan Risiko Stunting pada Anak

Kompas.com - 19/07/2023, 11:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Air merupakan zat gizi dengan kontribusi terbesar dalam tubuh. Sebanyak dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air yang perannya sangat krusial untuk menjaga kesehatan dan memastikan tubuh dapat berfungsi dan berkembang secara optimal.

Nutrisi yang terkandung dalam air yang kita konsumsi juga dipengaruhi oleh kualitas dari sumber air tersebut.

Sumber air minum yang terjaga, akan menghasilkan kualitas air yang baik dan tentunya membawa dampak positif pula bagi tubuh manusia.

Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Reverse Osmosis (RO), Saring 99,99 Persen Polutan Air

Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ratnayani, SP, M.Biomed, Pakar Gizi Universitas Binawan yang disampaikan dalam acara International Symposium on Food and Nutrition, Expo, and Award (ISFANEA) 2023 yang bertema “Safe Drinking Water And Stunting: Is It Related?”.

Acara ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan Indonesia), di Institut Pertanian Bogor Convention Center, Bogor, Jawa Barat.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Ratnayani memaparkan hasil dari studi komparatif cross-sectional yang menganalisis hubungan antara mikrobiota dalam usus dengan kondisi stunted atau perawakan pendek pada anak yang tinggal di area kumuh Jakarta serta faktor-faktor yang memengaruhinya.

Termasuk Water Access, Sanitation, and Hygiene (WASH). Salah satu aspek yang juga difokuskan pada studi ini adalah sumber air yang dikonsumsi oleh anak-anak tersebut.

“Jumlah mikroba patogen pada anak dengan kondisi stunted terbukti lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak memiliki kondisi tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk sumber air yang dikonsumsi” ujar Dr. Ratnayani.

Baca juga: 5 Upaya Pelestarian Sumber Air, Bisa Dimulai dari Diri Sendiri

Studi ini dilakukan di salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Utara sejak November 2021 hingga Juni 2022 dengan mengambil sampel anak berusia 2 sampai 5 tahun (pengidap stunted dan bukan pengidap stunted) dan tidak mengonsumsi antibiotik setidaknya satu bulan sebelum studi dilaksanakan.

Analisis studi mikrobiota pada usus dilaksanakan di Human Cancer Research Center-Indonesia Medical Education and Research Institute (HCRC-IMERI) dan PT Genetica Science.

Dr. Ratnayani mengemukakan, hubungan antara kualitas sumber air minum yang dikonsumsi dalam sampel yang ditentukan dengan komposisi mikrobiota usus, memengaruhi risiko anak-anak mengalami stunted atau tidak.

Menurutnya, ketika diteliti lebih dalam, kualitas sumber air minum berkaitan dengan lingkungan hidup anak.

Pada penelitian ini, anak yang tinggal di area kumuh cenderung mencukupi kebutuhan air minum hariannya dengan mengonsumsi air yang berasal dari sumber yang seringkali kurang terjaga kualitas dan kebersihannya.

Baca juga: Air Bersih dan Sanitasi Layak Bantu Turunkan Angka Stunting

"Misalnya dari air isi ulang,” jelasnya.

Air isi ulang umumnya berpotensi mengandung lebih banyak bakteri yang mampu membawa penyakit seperti E.Coli yang dapat berimplikasi pada meningkatnya risiko terjadinya stunted pada anak.

Sebaliknya, anak yang mencukupi kebutuhan air minum hariannya menggunakan sumber yang lebih berkualitas, secara umum memiliki kelimpahan bakteri baik di dalam tubuh, seperti Bifidobacterium, Blautia dan Lactobacillus, yang dapat meminimalisasi kemungkinan risiko stunted.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Studi: Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan akibat Polusi Plastik

Studi: Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan akibat Polusi Plastik

Pemerintah
PLN Luncurkan Pengisian Daya Kendaraan Listrik di Bandung

PLN Luncurkan Pengisian Daya Kendaraan Listrik di Bandung

Pemerintah
Transisi Energi Bersih Terus Meningkat, Tapi Kemajuannya Tak Merata

Transisi Energi Bersih Terus Meningkat, Tapi Kemajuannya Tak Merata

Pemerintah
Inovasi Sterilisasi Pangan Teknologi PEF Diklaim Lebih Ramah Lingkungan

Inovasi Sterilisasi Pangan Teknologi PEF Diklaim Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Buktikan Komitmen Bangun Kesejahteraan Masyarakat, PT GNI & SEI Bagikan Ratusan Sepatu untuk Siswa SD di Morut

Buktikan Komitmen Bangun Kesejahteraan Masyarakat, PT GNI & SEI Bagikan Ratusan Sepatu untuk Siswa SD di Morut

Swasta
Studi: Pemilik Aset Dapat Dorong Investasi Perubahan Iklim

Studi: Pemilik Aset Dapat Dorong Investasi Perubahan Iklim

Pemerintah
Komitmen Lindungi Kesehatan Karyawan, GNI Gelar Health Talk

Komitmen Lindungi Kesehatan Karyawan, GNI Gelar Health Talk

Pemerintah
Tekanan Publik Bisa Pengaruhi Perusahaan dalam Kurangi Dampak Lingkungan

Tekanan Publik Bisa Pengaruhi Perusahaan dalam Kurangi Dampak Lingkungan

Pemerintah
Studi: Bahasa Abui di NTT Terancam Punah

Studi: Bahasa Abui di NTT Terancam Punah

Pemerintah
Ini 9 Rekomendasi untuk Dorong Percepatan Transisi Energi Berkeadilan

Ini 9 Rekomendasi untuk Dorong Percepatan Transisi Energi Berkeadilan

Pemerintah
Siapa pun Kepala Daerah Terpilih Didesak Fokus Cegah dan Atasi Stunting

Siapa pun Kepala Daerah Terpilih Didesak Fokus Cegah dan Atasi Stunting

LSM/Figur
Pelaku Usaha Minta Regulasi Harga Minyak Jelantah untuk Bioenergi

Pelaku Usaha Minta Regulasi Harga Minyak Jelantah untuk Bioenergi

Swasta
Studi: Pembakaran Sampah dengan Insenerator di TPA Kontaminasi Ekosistem Sekitar

Studi: Pembakaran Sampah dengan Insenerator di TPA Kontaminasi Ekosistem Sekitar

LSM/Figur
2 Miliar Warga Kota di Dunia Berpotensi Terpapar Kenaikan Temperatur pada 2040

2 Miliar Warga Kota di Dunia Berpotensi Terpapar Kenaikan Temperatur pada 2040

Pemerintah
Perluasan Lahan Sawit Dikhawatirkan Ancam Eksistensi Lahan Pangan

Perluasan Lahan Sawit Dikhawatirkan Ancam Eksistensi Lahan Pangan

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau