Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/07/2023, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.comPerubahan iklim saat ini telah menjadi ancaman semakin nyata yang dihadapi Bumi dan kehidupan di dalamnya.

Perubahan iklim merupakan efek dari banyaknya emisi gas rumah kaca (ERK) yang lepas ke atmosfer sehingga panas matahari yang terperangkap di dalam Bumi semakin banyak.

Menurut Badan Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporannya pada 12 Januari 2023, suhu permikaan Bumi meningkat rata-rata 1,15 derajat Celsius pada 2022.

Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Di sisi lain, dalam Perjanjian Paris, negara-negara di dunia berambisi agar suhu Bumi tidak naik 1,5 derajat celsius untuk mencegah dampak negatifnya.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa dampak jangka panjang dari perubahan iklim akan berdampak buruk terhadap Bumi.

Beberapa dampak jangka panjang perubahan iklim seperti pencairan es laut, naiknya permukaan air laut, meningkatnya gelombang panas dan curah hujan tinggi, serta penurunan sumber daya air di daerah semi-kering.

Baca juga: Wakil Rakyat Didesak Berperan Aktif Antisipasi Perubahan Iklim

Dampak jangka panjang perubahan iklim berdasarkan benua

Selain itu, benua akan mengalami berbagai dampak jangka panjang yang berbeda akibat perubahan iklim, sebagaimana dilansir situs web Badan Survei Geologi AS (USGS).

Di bawah ini adalah beberapa dampak jangka panjang perubahan iklim berdasarkan benua menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Amerika Utara

  • Berkurangnya salju di pegunungan barat.
  • Berkurangnya sekitar 5-20 persen hasil pertanian tadah hujan di beberapa daerah.
  • Meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi gelombang panas di sejumlah kota yang saat ini biasa mengalaminya.

Amerika Latin

  • Hutan tropis di hutan hukan Amazon timur secara bertahap gundul dan berubah menjadi padang sabana.
  • Berisiko hilangnya keanekaragaman hayati yang signifikan melalui kepunahan spesies di banyak daerah tropis.
  • Perubahan signifikan dalam ketersediaan air untuk konsumsi manusia, pertanian, dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Baca juga: Krisis Keanekaragaman Hayati Tak Lepas dari Perubahan Iklim

Eropa

  • Meningkatnya risiko banjir bandang.
  • Banjir rob lebih sering terjadi dan peningkatan erosi akibat badai serta kenaikan permukaan laut.
  • Mencairnya gletser di daerah pegunungan.
  • Hilangnya banyak spesies dalam skala yang masif.
  • Penurunan produktivitas tanaman di Eropa selatan.

Afrika

  • Sekitar 75 dan 250 juta orang diproyeksikan mengalami krisis air yang meningkat.
  • Hasil dari pertanian tadah hujan dapat berkurang hingga 50 persen di beberapa daerah.
  • Produksi pertanian, termasuk akses ke makanan, kemungkinan sangat terganggu.

Asia

  • Ketersediaan air bersih diproyeksikan menurun di Asia Tengah, Selatan, Timur, dan Tenggara pada 2050-an.
  • Wilayah pesisir akan menghadapi risiko tenggelam akibat meningkatnya banjir.
  • Tingkat kematian akibat penyakit yang terkait dengan banjir dan kekeringan diperkirakan akan meningkat di beberapa daerah.

Baca juga: Bagaimana Limbah Makanan Memperparah Perubahan Iklim dan Pemanasan Global?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau