Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian "Food Waste" Setara 5 Persen PDB Per Tahun, Festival Golo Koe Pun Digelar

Kompas.com - 14/08/2023, 12:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak perubahan iklim dirasakan semakin parah termasuk mengancam ketahanan pangan.

Perubahan pola hujan, kenaikan permukaan air laut, dan kejadian cuaca ekstrem memberikan dampak pada sektor pertanian. Oleh karena itu diperlukan tindakan nyata, salah satunya melalui aksi-aksi iklim nyata di tingkat lokal.

Guna membangun kesadaran perubahan iklim dan ketahanan pangan lokal, sejumlah lembaga swadaya masyarakat bekerja sama dengan Keuskupan Ruteng dan Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan serta Balai Pelestarian kebudayaan Wilayah XVI menyelenggarakan Festival Golo Koe di Labuan bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, 10-15 Agustus 2023.

Baca juga: Jadi Salah Satu Lumbung Pangan, Kalsel Didorong Antisipasi Dampak El Nino

Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI Puji Sumedi mengatakan, rangkaian kegiatan mulai dari pameran, seminar dan workshop Climate Talk dan LaudatoSi, aksi ekologi, dan semiloka Pangan ini bertujuan untuk membangun pemahaman publik khususnya generasi muda tentang dampak perubahan iklim dan kaitannya terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.

"Kami berharap kegiatan ini dapat membangun pola pikir generasi muda yang berorientasi pada budaya pangan lokal yang ekologis dan ekonomi berkelanjutan,” ujar Puji.

Terdapat lebih dari 500 anak muda dari tiga kabupaten yang tergabung dalam Orang Muda Katolik yang mengikuti rangkaian kegiatan Festival Golo Koe pada tahun ini. Mereka berasal dari Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan penanaman bibit mangrove dan bersih-bersih pantai pada 11 Agustus 2023. Acara dilanjutkan dengan kegiatan seminar dan talkshow berlokasi di Aula Paroki Waesambi.

Baca juga: Stok Pangan Strategis Dipastikan Aman Hingga Akhir 2023 Meski Dibayangi El Nino

Romo Inno Sutam yang membahas topik Penerapan Laudato Si dalam Mendorong Aksi Iklim, Pangan, dan Ekonomi Berkelanjutan, memandang kontribusi agama dalam menyelesaikan persoalan perubahan iklim semakin relevan. Mengutip pernyataan Paus Fransiskus dalam Laudato Si, Romo Inno menyatakan bahwa bumi kita dalam keadaan krisis.

Ensiklik kedua Paus Fransiskus ini mengeritik konsumerisme, pembangunan yang tidak terkendali, kerusakan lingkungan, dan pemanasan global.

"Saya berharap generasi muda Katolik dapat menjadi penggerak ketahanan pangan lokal dan ekonomi berkelanjutan yang berbudaya dan berkeadilan iklim," imbuh Romo Inno.

Pada kesempatan yang sama, Utusan Khusus Kepresidenan (UKP) Bidang Kerjasama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono Muhamad Mardiono mengajak peserta mengampanyekan Program “Makan Sehat Cukup Gizi dan Cukup Porsi.”

Baca juga: Kurangi Emisi Karbon, Amartha Tanam 1.000 Mangrove di Pesisir Pantai Morodemak

Kampanye ini bertujuan untuk mendorong gaya hidup sehat dan mencegah terjadinya sampah makanan. Program lain yang dikampanyekan adalah “Belanja dengan Bijak” untuk mengurangi perilaku konsumtif masyarakat terutama kelas menengah atas, serta program “Berbagi Makanan” untuk mengurangi volume makanan yang akan kadaluarsa dan terbuang.

Setelah seminar, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan deklarasi oleh anak muda sekaligus peluncuran gerakan stop boros pangan dan ekonomi sirkular.

Permasalahan sampah makanan/food waste menjadi suatu ironi di tengah perjuangan beberapa daerah membangun ketahanan pangan.

Menurut hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama sejumlah lembaga, Indonesia membuang sampah makanan 23 juta ton-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115 kilogram-184 kilogram per kapita per tahun.

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan sebesar Rp 213 triliun-Rp 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun.

Baca juga: Kejar Target NDC, Agincourt Gencarkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Secara sosial, kehilangan ini setara dengan kandungan energi untuk porsi makan 61 juta-125 juta orang per tahun. Sementara scara ekologi food waste menyumbang 8-10 persen emisi gas rumah kaca.

Permasalahan ini diharapkan berangsur-angsur terselesaikan melalui pelibatan generasi muda. Sebagai agen perubahan, peranan generasi muda sangat penting untuk mempengaruhi tindakan individu, masyarakat, dan pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Sebagai pemimpin masa depan, generasi muda harus terlibat aktif dalam transformasi menuju sistem pangan yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, dalam acara Festival Golo Koe ini, Koalisi Food and Land Use (FOLU) Indonesia ingin mengajak anak-anak muda NTT dan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kompetisi Gen-Z for Sustainable Food System (GSFS) 2023 yang sedang kami selenggarakan.

"Para peserta terpilih nantinya akan berkesempatan magang bersama organisasi masyarakat sipil serta berkontribusi langsung terhadap ketahanan pangan Indonesia,” ujar Kepala Sekretariat FOLU Indonesia Gina Karina.

Generasi muda harus berjejaring, berkolaborasi, dan menghadirkan gerakan yang lebih besar dalam menghadapi isu perubahan iklim.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com