KOMPAS.com - Dari 185 komunitas masyarakat di Kalimantan Timur (Kaltim), baru lima yang mendapat pengakuan dan perlindungan oleh pemerintah daerah (pemda) melalui surat keputusan bupati.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Pemprov Kaltim Eka Kurniati di Samarinda, Minggu (27/8/2023).
Eka mengatakan, lima Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang mendapatkan pengakuan tersebut berasal dari Kabupaten Paser dan Kutai Barat.
Baca juga: Gunung Mas Kalteng Punya Hutan Adat Terluas Se-Indonesia
"Masyarakat Hukum Adat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sasaran program penurunan emisi (FCPF-CF), termasuk MHA Kayan Umaq Lekan," kata Eka, sebagaimana dilansir Antara.
Untuk diketahui, Provinsi Kaltim mendapat dana kompensasi pengurangan emisi karbon dari Bank Dunia dan sudah diterima pada 2023.
Pemerintah Provinsi Kaltim telah mengalokasikan dana untuk pendampingan penyusunan dokumen MHA yang wajib dimiliki calon MHA untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah.
Eka menjelaskan, Pemerintah Provinsi Kaltim memiliki perhatian besar terhadap keberadaan MHA.
Baca juga: IKN Harus Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Adat dan Lokal
Perhatian tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Kaltim Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
"Selanjutnya peraturan daerah ini dapat dijadikan acuan oleh pemerintah kabupaten dalam memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap MHA," jelasnya.
Saat ini, lanjut Eka 16 MHA masih dalam tahap verifikasi dan pengesahan melalui Surat Keputusan Kepala Daerah.
Dari jumlah tersebut, 10 MHA berasal dari Kabupaten Kutai Timur yaitu MHA Kayan Umaq Lekan Desa Miau Baru, Cluster MHA Wehea di enam desa Kecamatan Wahau, MHA Basap Tebangan Lembak di Kecamatan Bengalon, MHA Long Bentuk di Kecamatan Busang, dan MHA Basap di Karangan Dalam.
Gubernur Kaltim Isran Noor sebelumnya secara khusus menemui MHA Kayan Umaq Lekan Desa Miau Baru, Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.
Pertemuan itu disebut sebagai upaya percepatan pemberian pengakuan dan perlindungan terhadap MHA.
"Saya minta lahan desa ini betul-betul dipakai untuk kegiatan produktif dan ramah lingkungan," kata Isran.
Isran berharap, lahan desa terus dikembangkan, sehingga memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian masyarakat.
Menurut dia, masyarakat adat dapat menanam tanaman produktif dan memiliki nilai ekonomi, disesuaikan kondisi daerahnya.
Beberapa pola bisnis bisa dipakai seperti agroforestri, ekowisata, agrosilvopastura, bio energi, hasil hutan bukan kayu dan industri kayu rakyat.
Gubernur juga berharap masyarakat adat diberikan pendampingan, baik manajemen maupun teknologinya.
"Karena itu, harus dilakukan inovasi dan kreatifitas, sehingga memberi dampak signifikan pemerataan ekonomi, tanpa mengganggu fungsi hutan dan ekosistemnya," ujar Isran.
Baca juga: Punan Batu, Pemburu dan Peramu Terakhir di Kalimantan, Diakui sebagai Masyarakat Hukum Adat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya