Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/09/2023, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mendesak revisi peraturan menteri (permen) yang mengatur pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap on-grid alias terhubung jaringan segera disahkan.

Pasalnya, pengesahan regulasi tersebut dapat memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS atap dan pelaku usaha. 

Selain itu dapat mendukung tercapainya target Program Strategis Nasional PLTS Atap sebesar 3,6 gigawatt (GW) pada 2025.

Baca juga: Revisi Permen PLTS Atap Berpotensi Dorong Masyarakat Keluar dari Jaringan PLN

Saat ini, Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum telah dimulai proses revisinya sejak awal tahun 2023.

Dalam revisi tersebut, beberapa substansi perubahannya tidak berubah seperti tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap melainkan berdasar kuota sistem, peniadaan ekspor kelebihan listrik, dan penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri dari sebelumnya lima jam.

Selain itu, waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi dua kali dalam setahun serta adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan eksisting yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan.

Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengatakan, meski asosiasi memandang revisi permen tersebut tidak ideal, aturan merupakan win-win solution alias jalan tengah bagi PT PLN, pelaku usaha PLTS atap, dan konsumen dalam kondisi kelebihan pasokan listrik saat ini.

“Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh,” kata Fabby dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (10/9/2023).

Baca juga: Akselerasi EBT, SUN Energy Resmikan PLTS Terbesar di Sektor Pendidikan Indonesia

Sejak diundangkan pada Agustus 2021, Permen ESDM No 26 Tahun 2021 di atas kertas memiliki beragam klausul dukungan pemanfaatan PLTS atap. Akan tetapi, pelaksanaannya tidak berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan AESI.

AESI berpendapat, sejak awal 2022, PT PLN melakukan pembatasan kapasitas terpasang PLTS atap antara 10 persen hingga 15 persen dari daya listrik terpasang pelanggan serta proses perizinan berbelit dan kurang transparan.

Situasi ini berkontribusi pada tidak tercapainya target 450 megawatt peak (MWp) tambahan kapasitas PLTS pada 2022 oleh pemerintah.

AESI menuturkan, sejak pemerintah mengumumkan revisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu.

Sehingga, peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga tengah tahun 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Eropa Borong dan Simpan PLTS, Mayoritas dari China

Fabby menuturkan, AESI mendesak agar revisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021 yang saat ini ada di meja Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera disahkan.

“Sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see (tunggu dan lihat),” papar Fabby.

Kepastian peraturan akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung.

AESI menyebutkan, kemudahan prosedur pemasangan menjadi faktor penting bagi kelompok pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian alias early adopters, utamanya kelompok rumah tangga R2 (3500 - 5500VA).

Berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di tujuh provinsi, terdapat 2 persen rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters.

Baca juga: PLTS Selamatkan Eropa dari Krisis Energi akibat Gelombang Panas

Selain itu, ada 11 persen hingga 19 persen kelompok early followers yakni yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik.

Kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor.

Pengesahan revisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem baterai untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.

Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati. Dan dengan semakin banyaknya pengguna, diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik.

Baca juga: Progres Terbaru Rencana PLTS 300 MegaWatt Harita di Pulau Obi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau